Bisnis.com, JAKARTA — Selang sepekan setelah peluncurannya, PT Fintek Karya Nusantara (Finarya), pemilik merek dompet digital LinkAja, mengumumkan kolaborasi strategis dengan PT Aplikasi Karya Anak Bangsa (Gojek).
Melalui kerja sama tersebut, pengguna Gojek dapat menggunakan opsi pembayaran nontunai LinkAja dalam layanan transportasi di platform tersebut.
Gebrakan ini cukup memberikan warna tersendiri di antara ekosistem superapp ride-hailing Tanah Air, yang selama ini dikenal cukup eksklusif dalam menyediakan opsi pembayaran nontunai.
Seperti diketahui, masing-masing superapp baik Gojek maupun Grab selama ini hanya memiliki satu opsi pembayaran non tunai. Gojek dengan entitas anak usahanya PT Dompet Anak Bangsa (Go-Pay), sementara Grab Indonesia bermitra dengan PT Visionet Internasional (OVO).
Lantas, apa tujuan Gojek menggandeng LinkAja?
President Gojek Andre Soelistyo menyatakan, fitur pembayaran LinkAja akan dapat tersedia di aplikasi Gojek dalam waktu dekat pada tahun ini. Pihaknya percaya dengan menerapkan ekosistem yang terbuka dan berkolaborasi dengan pihak yang memiliki misi yang sama, maka akan lebih banyak masyarakat yang bisa merasakan dampak positif.
“Komitmen Dari Indonesia untuk Indonesia yang dibawa oleh LinkAja menjadikannya rekan kolaborasi yang strategis dan satu tujuan bagi kami,” ujarnya awal pekan ini.
Andre menambahkan bahwa kedepannya, Gojek dan Go-Pay akan selalu terbuka pada kolaborasi yang bertujuan untuk memberikan dampak positif kepada masyarakat luas serta membangun ekonomi Indonesia dari piramida terbawah.
“Kami berharap bahwa melalui kerja sama ini, pengguna Gojek jadi memiliki lebih banyak pilihan pembayaran dan masyarakat pun bisa semakin nyaman dalam menjalankan kegiatannya sehari-hari,” ungkapnya.
Managing Director Go-Pay Budi Gandasoebrata menyatakan LinkAja membawa misi yang serupa dengan Gojek dan Go-Pay, yaitu mendukung akselerasi Gerakan Nasional Non Tunai (GNNT) serta memperkenalkan dan mengedukasi masyarakat Indonesia tentang manfaat pembayaran nontunai.
“Kami yakin kolaborasi ekosistem GOJEK dan LinkAja dapat mempercepat adopsi non-tunai di Indonesia, terutama di lapisan masyarakat yang belum pernah tersentuh jasa keuangan formal,” ungkap Budi.
LinkAja resmi diluncurkan pada 30 Juni 2019 sebagai uang elektronik yang dibentuk dari sinergi PT Telekomunikasi Selular (Telkomsel) dan BUMN lainnya, antara lain PT Bank Mandiri (Persero) Tbk, PT Bank Rakyat Indonesia (Persero) Tbk, PT Bank Nasional Indonesia (BNI) Tbk, PT Bank Tabungan Negara (Persero) Tbk, PT Pertamina (Persero), dan PT Jiwasraya (Persero). Hingga akhir tahun ini, LinkAja menargetkan akuisisi terhadap 17 juta pengguna baru. Adapun saat ini, LinkAja telah memiliki total 23 juta pengguna.
TRANSAKSI ESENSIAL
Berbeda dengan pemain dompet digital lainnya yang membidik transaksi berorientasi gaya hidup seperti belanja daring dan tiket pesawat, LinkAja fokus membidik transaksi esensial seperti transaksi tol, kereta api, pengisian bahan bakar, remitansi. Oleh karena itu, kolaborasi LinkAja dengan Gojek sejalan dengan misi perusahaan membidik transaksi esensial tersebut.
Head of Corporate Communication LinkAja Putri Dianita Ruswaldi menyatakan, lingkup kerja sama antara perusahaannya dengan Gojek masih terbatas sebagai opsi pembayaran layanan transportasi Go-Ride dan Go-Car, dan tidak termasuk layanan lainnya seperti Go-Food, Go-Send, Go-Tix, dan lainnya.
“Dari LinkAja kita senang karena dapat memperkaya fitur bagi pengguna, tujuan akhirnya adalah mendukung cashless society,” ujarnya.
Lebih lanjut, pihaknya menyatakan kerja sama tersebut tidak bersifat eksklusif. Dalam artian, tidak menutup kemungkinan untuk menjalin kerja sama dengan platform digital maupun ekosistem superapp lainnya.
Ketua Asosiasi E-Commerce Indonesia (idEA) Ignatius Untung menyatakan setiap penyedia dompet digital memiliki kelebihannya masing-masing. Gopay dan Ovo memiliki akses ke ekosistem Gojek dan Grab, sedangkan LinkAja juga memiliki akses ke ekosistem transportasi.
Hal ini seiring dengan rencana sejumlah BUMN seperti PT Jasa Marga (Persero) Tbk, PT Kereta Api Indonesia (Persero), PT Angkasa Pura I (Persero), PT Angkasa Pura II (Persero), dan PT Garuda Indonesia (Persero) Tbk berpartisipasi dalam kepemilikan LinkAja di masa mendatang.
“LinkAja tidak mau masuk ke lifestyle, tetapi lebih ke basic commodity product seperti transportasi. Jadi mungkin tidak perlu subsidi discount berlebihan kecuali mulai ada pemain lain yang masuk,” ungkapnya.
Dari segi pendanaan, dia menilai LinkAja yang didukung oleh BUMN memiliki pendanaan yang sama kuatnya dengan Gopay dan Ovo yang didukung oleh investor dan perusahaan modal ventura. Hanya saja, strategi dan cara bermain-nya yang akan berbeda dalam hal promosi dan subsidi.
Lebih lanjut, dia menganggap kerja sama antara LinkAja dengan Gojek merupakan kemitraan yang saling melengkapi. Menurutnya, bagaimanapun Gojek masih memiliki kendali atas transaksi yang terjadi di ekosistemnya.
“Sebenarnya ini tidak langsung pesaing, karena kerjasamanya dengan Gojek bukan Gopay. Jadi saya melihatnya ini mau ambil manfaat dari partner-nya saja. Lagipula kan ekosistemnya punya Gojek, artinya nanti Gojek bisa kontrol untuk melindungi Gopay,” ujarnya.
Sebelumnya, Ketua Amvesindo Jeffri R. Sirait menyatakan kehadiran LinkAja akan memperkaya industri dompet digital di Tanah Air, sekaligus menujukkan kebutuhan pasar yang besar terhadap penyedia pembayaran nontunai.
“Sangat baik untuk mendukung [pembayaran] nontunai dan transparansi. Market ini masih lebar dan juga banyak individu yang belum terhubung dengan jasa keuangan,” ujarnya.
Dia menambahkan, perusahaan BUMN maupun swasta yang membentuk perusahaan penyedia pembayaran akan memberikan nilai tambah pada produknya. Dalam LinkAja, kehadiran BUMN perbankan yang memiliki jaringan hingga ke pedesaan akan membuat produk ini menarik perhatian konsumen terutama dalam hal menambah basis pengguna.
Lebih lanjut, dia menganggap kehadiran LinkAja tidak akan membuat pasar menjadi jenuh. Sebaliknya, dia justru memprediksi kemungkinan adanya aksi korporasi di masa yang akan datang.
“Persaingan akan selalu ada, bahkan possible akan merger dan akuisisi,” ujarnya.
Hasil riset Morgan& Stanley yang berjudul Indonesia Banks: Fintech Continues to Lead Digital Payment mengungkapkan bahwa transaksi digital di Indonesia didominasi oleh perusahaan teknologi finansial ketimbang bank, dengan Go-Pay dan Ovo menjadi dua pemain utama yang disukai masyarakat.
Laporan tersebut menyebut bahwa Go-pay yang dirilis sejak 2016 telah tumbuh signifikan, dengan rata-rata jumlah transaksi mencapai 50 juta per bulan atau 1,6 juta transaksi per hari. Angka tersebut setara dengan 19% dari transakasi digital BCA, 135% dari transaksi digital BNI dan 35% dari transaksi digital Bank Mandiri.
Sebagai tambahan, Bloomberg dalam laporannya pada awal Februari 2019 ini juga mencatat Gopay telah memproses US$6,3 miliar, atau setara dengan Rp89 triliun ( asumsi US$1=Rp14.200) dari transaksi kotor tahunan pada 2018. Sementara, Flazz BCA dan Sakuku memproses Rp4 triliun di 2018 dan BNI Tapcash dan UnikQu memproses Rp900 miliar dan e-Money Mandiri Rp13,3 triliun di 2018.