Bisnis.com, JAKARTA – Banyaknya jumlah operator seluler saat ini diklaim menjadi salah satu penyebab industri telekomunikasi di Indonesia sulit maju.
Direktur Institutional Equity Sales CGS CIMB Securities Kartika Sutandi mengatakan kesehatan industri hanya dapat dilihat dari jumlah operator yang ada.
Dia berpendapat perang tarif lahir karena jumlah operator yang beroperasi terlalu banyak sehingga terjadi ‘sikut-sikutan’ dalam mengambil pelanggan dengan menawarkan layanan data dengan harga murah.
“Belum ada yang merger, belum sehat. The player is too many. Harga data kita lumayan murah, jadi kalau murah margin tidak banyak. Maka pemainya juga jangan banyak-banyak, model ekonomi of scale,” kata Kartika.
Oleh karena itu, Kartika mendorong pemerintah untuk mengeluarkan regulasi mengenai kepastian frekuensi bagi perusahaan yang merger atau akuisisi.
Menurutnya, itu merupakan cara terampuh dalam menyehatkan industri telekomunikasi. Setelah keluar regulasi, dia juga mendorong agar pemerintah mengeluarkan tenggat waktu kepada operator dengan syarat tertentu untuk melakukan merger, agar operator juga merasa terdesak.
“Kasih deadline 2 tahun misalnya, nanti semua cari partner. Kalau sudah dikasih waktu dan tidak dilaksanakan? Ya sudah, suatu saat operator akan ada yang tutup,” kata Kartika.
Sebelumnya, Menteri Komunikasi dan Informatika Rudiantara memastikan pemerintah akan terus membuka spektrum frekuensi baru untuk 5 – 10 tahun ke depan. Tujuannya agar operator seluler yang ingin melakukan merger dan akuisisi tidak perlu khawatir lagi mengenai spektrum.
Pemerintah juga menyiapkan tiga opsi mengenai frekuensi pascakonsolidasi. Pertama, semua frekuensi pascakonsolidasi akan dikembalikan ke operator.
Kedua, pascakonsolidasi sebagian frekuensi operator seluler ditarik untuk dilelang kembali.
Ketiga, frekuensi ditarik, di-hold sampai jangka waktu tertentu, lalu dievaluasi bahwa frekuensi memang diperlukan oleh perusahaan yang merger dan komitmen membangun infrastruktur memang terbukti, maka akan dikembalikan lagi ke perusahaan merger dengan harga baru.
Mengenai hal ini, Kartika menilai bahwa pelaku usaha memerlukan kepastian hukum yang tertulis dalam regulasi, bukan sekadar retorika.
Dia mengatakan ada kekhawatiran mengenai kepastian spektrum akan berubah jika tidak tertulis dalam regulasi yang dibuat oleh Kemenkominfo. “Soal spektrum, harus ada kepastian hukum. Nanti kalau Rudiantara tidak jadi menteri lagi, bagaimana?" kata Kartika.