Bisnis.com, JAKARTA—Lagi-lagi, China memblokir layanan mesin pencari asal Amerika Serikat. Kali ini, giliran mesin pencari Bing milik Microsoft yang tidak ladi dapat diakses di negara dengan populasi pengguna jaringan online terbesar di dunia tersebut.
Sebelumnya, Bing mendapatkan izin untuk beroperasi di China karena memiliki sensor untuk setiap hasil pencarian yang ditampilkan. Namun, per Rabu (23/1/2019), layanan Bing tidak dapat diakses oleh sebagian besar pengguna.
Raksasa perangkat lunak asal AS tersebut mengonfirmasi bahwa Bing memang tidak lagi dapat diakses di China dan perusahaan kini tengah menjajaki langkah yang akan diambil berikutnya.
“[Kami] masih berdiskusi untuk menentukan langkah selanjutnya,” kata Bing, seperti dikutip Bloomberg, Kamis (24/1/2019).
Adapun, pemblokiran mengejutkan itu terjadi ketika tensi hubungan China dengan AS sedang memanas. Belakangan ini, AS semakin gencar menghalangi upaya China yang ingin mengembangkan teknologi digital.
Financial Times (FT) mengutip sumber yang enggan disebutkan identitasnya menyampaikan bahwa pemblokiran itu dilakukan berdasarkan instruksi dari Pemerintah China.
Lebih lanjut, Bing masih dapat digunakan oleh beberapa pengguna pada Kamis (24/1/2019), meskipun secara umum layanannya telah terblokir penuh.
Pemblokiran itu juga dilakukan kendati Microsoft telah berupaya untuk membangun operasional lokal berdasarkan syarat-syarat yang ditetapkan Beijing.
Tak seperti Google milik Alphabet Inc. yang telah menarik seluruh layanannya dari China beberapa tahun lalu untuk menghindari peraturan sensor Pemerintah China, Microsoft masih berada dalam jalur dengan menghapuskan beberapa konten yang dianggap ilegal oleh Beijing.
Negeri Panda memang intensif melakukan kampanye untuk mengatur penggunaan internet di dalam negerinya. Pemerintah China menilai, internet merupakan ancaman bagi stabilitas sosial.
Selanjutnya, aksi pemblokiran atas Bing tersebut juga dapat menjadi peringatan bagi raksasa teknologi asal Negeri Paman Sam lainnya, seperti Apple Inc., yang terlalu bergantung dengan pasar China.
Adapun, perusahaan teknologi asal AS telah sering mengeluhkan bahwa tindakan Beijing, yang membatasi akses pasar domestiknya untuk lebih mendorong “jawara-jawara” lokal, tidak adil.