Bisnis.com, JAKARTA – Faktor yang menjadi penghambat terbesar dalam adopsi internet ternyata bukanlah yang berkaitan dengan hal teknis. Sebuah survei terbaru bertajuk The Next Billion Online yang dilakukan Booking Holdings menemukan bahwa penghambat terbesar adopsi internet adalah bahasa.
Berdasarkan survei yang dipublikasikan perusahaan akomodasi daring dan dagang-el perjalanan tersebut, lebih dari tiga perempat responden atau mencapai 76% menyampaikan bahasa internasional pertama dunia yaitu bahasa Inggris justru menghambat partisipasi mereka.
Dominasi bahasa Inggris dalam kegiatan daring dinilai menggalangi masyarakat baik pria maupun wanita di negara mereka untuk sepenuhnya berpartisipasi dalam kehidupan digital baik dalam segi ekonomi, budaya, maupun sosial.
Adapun, 76% responden menyebutkan kurangnya layanan Internet yang terjangkau sebagai penghalang utama, sedangkan 72% menyatakan kurangnya perangkat yang terjangkau.
Selain kendala bahasa, 84% responden mengatakan keamanan online yang buruk, kekhawatiran tentang sensor pemerintah (71%), kurangnya konten lokal yang bermanfaat (68%) dan ketakutan akan teknologi baru (57%) sebagai kendala yang berpotensi menghalangi masyarakat untuk berpartisipasi dalam kegiatan online.
Terlepas dari hambatan-hambatan tersebut, tingkat penetrasi internet di Asia diperkirakan akan sebanding dengan tingkat penetrasi internet di negara-negara Barat, di mana satu miliar orang lainnya akan tersambung secara online.
Untuk mengetahui bagaimana populasi yang sedang berkembang ini akan dipengaruhi oleh peningkatan akses Internet, Booking Holdings mengadakan survei terhadap lebih dari 1.000 pemimpin dan pakar digital di tiga negara terpadat di Asia: Cina, India, dan Indonesia. Studi ini menggali harapan, aspirasi, dan kekhawatiran akan masa depan digital yang dihadapi masyarakat dan negara mereka.
Secara rinci, survei tersebut mengungkap :
- 79% responden menganggap internet sebagai kebutuhan dasar dan 82% lainnya bahkan menyatakan bahwa akses Internet merupakan “hak mendasar”
- Sebanyak 9 dari 10 responden di negara-negara ini percaya bahwa peningkatan akses Internet akan mengangkat status sosial mereka dan berdampak secara ekonomi terhadap masyarakat.
- Mayoritas – 78% di ketiga pasar – percaya bahwa harus ada kesetaraan bagi seluruh warga negara untuk memperoleh akses konektivitas internet.
Penelitian “Next Billion Online” mengungkapkan bahwa pesatnya pertumbuhan penggunaan Internet dan hubungan yang jelas antara konektivitas dan peluang telah menyebabkan perubahan sikap seperti yang terjadi di negara-negara Barat satu dekade yang lalu. Masyarakat tidak lagi menganggap internet sebagai kemewahan, melainkan sebagai hak asasi manusia.