Bisnis.com, JAKARTA — Badan Regulasi Telekomunikasi Indonesia (BRTI) menyebut batas jumlah registrasi di gerai tak diatur karena terkait dengan tata niaga bisnis seluler.
Komisioner BRTI I Ketut Prihadi mengatakan sejak awal, ketentuan registrasi nomor SIM prabayar tak mengalami perubahan. Adapun, pada Peraturan Menteri Komunikasi dan Informatika No.12/2016 tentang Registrasi Pelanggan Jasa Telekomunikasi telah mengatur sejumlah poin termasuk bagian upaya pencegahan penyalahgunaan data pelanggan. Ketentuan itu, diatur di pasal 11 dengan lima butir di dalamnya.
Pertama, calon pelanggan prabayar hanya dapat melakukan registrasi sendiri dengan jumlah nomor paling banyak tiga untuk setiap nomor induk kependudukan (NIK) di masing-masing operator.
Kedua, nomor yang digunakan untuk keperluan komunikasi machine-to-machine (M2M) yang kebutuhannya melebihi tiga nomor, bisa diregistrasikan melalui gerai milik operator dan mitra.
Ketiga, operator seluler wajib menonaktifkan nomor pelanggan prabayar yang terbukti atau diketahui menggunakan identitas palsu, identitas tidak benar tanpa izin pihak yang bersangkutan.
Keempat, operator seluler wajib menonaktifkan nomor pelanggan yang terbukti disalahgunakan. Terakhir, bila nomor dinonaktifkan karena melakukan penyalahgunaan data, operator tak memiliki kewajiban untuk membayar kerugian kepada pelanggan.
Ketut pun mengakui pemerintah tak mengatur batasan jumlah nomor yang diregistrasi distributor. Menurutnya, hal itu merupakan tata niaga bisnis seluler sehingga tak diperlukan ketentuan hukum berupa Permen. Oleh karena itu, pihaknya hanya mempertemukan operator dengan distributor yang tergabung dalam Komite Niaga Celluler Indonesia (KNCI) dan menuangkan hasil kesepakatan rapat Senin (14/5/2018) melalui perjanjian kerja sama (PKS).
“Karena memang tidak perlu diubah dan kewenangan tersebut sudah ada dalam Permen. Hanya untuk implementasinya perlu pembicaraan detail dan dituangkan perjanjian kerja sama. Untuk kerja sama, ini merupakan ranah bisnis tata niaga perdagangan kartu perdana, yang tidak perlu diatur pemerintah,” ujarnya saat dihubungi Bisnis, Selasa (15/5/2018).
Rapat sebelumnya untuk memastikan penerapan ketika outlet bisa membantu melakukan registrasi nomor. Pada hasil kesepakatan rapat yang digelar di Kantor Kementerian Sekretariat Negara itu, terdapat tujuh hal yang dihasilkan.
Pada draf yang diterima Bisnis, pertama, gerai operator atau mitra, outlet hanya membantu registrasi pelanggan, tidak melakukan registrasi dengan nomor kartu keluarga (KK) dan nomor induk kependudukan (NIK) pemilik outlet. Kedua, tidak ada pembatasan jumlah nomor yang diregistrasi dalam sistem registrasi melalui outlet.
Ketiga, outlet bertanggungjawab sepenuhnya atas segala akibat hukum yang timbul dari registrasi yang dilakukan outlet. Keempat, outlet wajib membuat laporan nomor-nomor yang diregistrasikan kepada operator. Kelima, apabila registrasi dilakukan terhadap lebih dari 10 kartu perdana, outlet wajib melaporkannya kepada operator.
Keenam, operator wajib segera memberikan lisensi kepada outlet untuk implementasi kesepakatan ini yang dituangkan dalam perjanjian kerja sama (PKS). Terakhir, sistem registrasi sebagaimana tersebut pada butir 6 paling lambat harus terselenggara pada 21 Juni 2018.
Ketut juga menuturkan pembicaraan sebelumnya belum membuahkan kesepakatan. Akhirnya disepakati bahwa setelah ada kerja sama dengan operator, operator paling lambat bisa memberikan kewenangan registrasi kepada distributor pada 21 Juni 2018.
“Hasil rapat dengan KNCI, intinya membicarakan kapan bisa dimulainya kewenangan outlet untuk bisa melakukan registrasi dan kemudian disepakati yaitu setelah ada kerja sama dengan operator, paling lambat 21 Juni 2018,” katanya.