Bisnis.com, JAKARTA -- Regulator telekomunikasi Rusia memblokir Telegram di negara itu setelah perusahaan yang bergerak di layanan pesan singkat tersebut menolak memberikan akses ke pesan rahasia para penggunanya.
Roskomnadzor mengumumkan telah mengirim notifikasi kepada operator telekomunikasi Rusia mengenai pemblokiran terhadap layanan Telegram di dalam Rusia. Seperti dilansir dari Reuters, Selasa (17/4/2018), Telegram memiliki lebih dari 200 juta pengguna di seluruh dunia dan menjadi layanan pesan singkat terpopuler ke-9.
Penerapan pemblokiran itu didasari oleh putusan pengadilan, yang disampaikan pada Jumat (13/4), yang menyatakan Telegram mesti diblokir karena melanggar aturan.
Adapun Telegram telah berulangkali menolak memenuhi permintaan badan keamanan Rusia, Federal Security Service (FSB), untuk memberikan akses terhadap pesan rahasia para penggunanya. FSB mengklaim akses dibutuhkan untuk menjaga keamanan nasional dari ancaman seperti serangan terorisme.
Telegram beralasan pemberian akses akan melanggar privasi pengguna. CEO Telegram Pavel Durov menilai pemblokiran tersebut akan merusak kualitas kehidupan 15 juta warga Rusia dan justru tidak membantu keamanan negara.
"Ancaman teroris di Rusia akan ada di level yang sama karena para ekstremis bakal terus menggunakan saluran komunikasi terenkripsi, di layanan pesan lainnya atau melalui VPN. Kami memandang pemblokiran ini tidak konstitusional dan akan terus memperjuangkan hak warga Rusia untuk berkomunikasi secara rahasia," paparnya.
Telegram banyak digunakan di negara-negara bekas Uni Soviet dan Timur Tengah. Bahkan, layanan ini juga dipakai oleh Kremlin untuk berkomunikasi dengan media dan mengoordinir konferensi pers dengan juru bicara Presiden Vladimir Putin.
Terkait hal ini, juru bicara kantor kepresidenan telah meminta media untuk beralih ke layanan pesan singkat lain yaitu ICQ, yang merupakan bagian dari grup lokal Mail.ru.