Bisnis.com, JAKARTA—Pakar hukum pidana dari Universitas Muhammadiyah Jakarta Syaiful Bakhri mengatakan riset Badan Pengkajan dan Penerapan Teknologi, BPPT, terkait permodelan tsunami sebagai mitigasi bencana di masa depan tidak dapat dipidanakan.
Sebelumnya BPPT mengungkapkan hasil riset potensi tsunami di pulau Jawa bagian barat merupakan kajian pemodelan ilmiah yang bisa terjadi atau tidak. Pemodelan tersebut ditujukan untuk mencari solusi penanganan mitigasi jika bencana terjadi.
Namun skenario terburuknya adalah jika terjadi secara bersamaan di tiga titik potensi gempa dengan skala tertinggi 9 Skala Richter bisa menimbulkan tsunami yang luar biasa.
Di sisi lain, Polda Banten akan memanggil peneliti tsunami dari BPPT Widjo Kongko guna dimintai klarifikasi atas kajian itu karena dianggap meresahkan masyarakat.
Surat panggilan ditujukan pula kepada Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) yang menyelenggarakan diskusi saat riset tersebut dipublikasikan. Diskusi itu bertema 'Sumber-Sumber Gempa Bumi dan Potensi Tsunami di Jawa Bagian Barat' pada 3 April lalu.
Menurut Syaiful, upaya Polda Banten tersebut tidak tepat dilakukan. Dia menyebut kajian yang dipublikasikan BPPT termasuk dalam kebebasan akademik. Terlebih hal itu sebagai langkah mitigasi bencana di masa depan.
“Riset itu siapa penggunanya. Kalau penggunanya pemerintah masa dipidanakan. Riset itu gunanya untuk perguruan tinggi membangun peradaban keilmuan, enggak menunjukkan keresahan. Keresahan itu hasil riset yang mungkin di-publish untuk tujuan politik. Itu yang enggak boleh,” katanya di Kantor Wakil Presiden, Senin (9/4/2018).
“Enggak bisa [dipidanakan], karena ada kebebasan akademik untuk membuat sebuah riset. Tujuannya tentu kebaikan. Mitigasi katakanlah untuk kebijakan,” lanjut dia.