Bisnis.com, JAKARTA — Rencana pemerintah menyasar pajak bisnis startup menuai tanggapan beragam dari para pelaku bisnis rintisan. Otoritas pajak diminta menyusun regulasi yang membuat ekosistem bisnis rintisan semakin subur sambil memastikan pendapatan dari bisnis digital ikut membiayai kas negara.
Aturan pajak yang saat ini berlaku bagi perusahaan rintisan yang tergolong usaha mikro, kecil, dan menengah (UMKM) adalah Peraturan Pemerintah no. 46/2013 2013 tentang Pajak Penghasilan atas Penghasilan yang Diterima atau Diperoleh Wajib Pajak yang Memiliki Peredaran Bruto Tertentu.
Beleid itu mengatur WP yang memiliki penghasilan dari suatu usaha tetapi tidak lebih dari Rp4,8 miliar maka dikenai tarif PPh yang bersifat final senilai 1% dari omzet. Belakangan, tarif itu dinilai memberatkan bagi UMKM, sehingga muncul wacana untuk merevisi kebijakan tarif tersebut.
Dalam perkembangan pembahasannya, muncul opsi untuk menurunkan tarif PPh final bagi Usaha Kecil dan Menengah akan diturunkan dari 1% menjadi 0,25%. Walau demikian, Direktorat Jenderal Pajak menganggap munculnya pembahasan tersebut belum final.
Data yang dihimpun oleh TechinAsia, media yang memonitor perkembangan bisnis rintisan, menunjukkan jumlah perusahaan rintisan baru yang berdiri di Indonesia mengalami penurunan.
Ketua Asosiasi Modal Ventura untuk Startup Indonesia (Amvesindo) Jefri R. Sirait mengatakan rencana pemerintah menurunkan tarif pajak final bagi wajib pajak tertentu dari 1% menjadi 0,25% adalah langkah maju pemerintah dalam mendukung iklim bisnis rintisan digital di Indonesia.
Namun, dia meminta otoritas pajak mempertimbangkan kembali kriteria perusahaan yang bisa memanfaatkan insentif yang diatur dalam Peraturan Pemerintah no. 46/2013 tentang Pajak Penghasilan atas Penghasilan yang Diterima atau Diperoleh Wajib Pajak yang Memiliki Peredaran Bruto Tertentu tersebut.
Jefri menilai batasan omzet Rp4,8 miliar yang saat ini berlaku belum bisa mendukung seluruh perusahaan kecil dan menengah, terutama perusahaan yang bergerak dalam bisnis rintisan.
Baca Juga DP Pembelian Rumah Masih Terlalu Tinggi |
---|
Selain itu, dia meminta pemerintah mempertimbangkan insentif serupa diberikan berdasarkan sektor industri. Perusahaan yang mengembangkan teknologi digital atau non-digital yang bisa memberi nilai tambah pada industri manufaktur dan industri kreatif harus mendapatkan dukungan.
“Perlu banyak terobosan pemerintah agar produk dan jasa asal Indonesia bisa bermain di pasar internasional. Startup adalah cikal bakal dari semua nilai tambah ini dan bagian dari industrialisasi digital Indonesia,” kata Jefri, Rabu (6/9/2017).
Perusahaan rintisan di Indonesia sangat menarik buat investor-investor luar negeri. Data CB Insight menunjukkan suntikan dana dari pemodal ventura di beberapa startup di Indonesia mengalir deras. Ini baru yang dipublikasi.
Chief Operation GnB Accelerator, Elsye Yolanda mengatakan pola bisnis rintisan membutuhkan perlakuan pajak khusus agar bisa berkembang.
Pengenaan pajak yang ideal, menurutnya, baru dikenakan setelah perusahaan rintisan berdiri 5 tahun atau setelah perusahaan tersebut membukukan pendapatan. Aturan pajak seharusnya juga disesuaikan terhadap situasi dan kondisi perusahaan rintisan.
“Kalau dari sisi waktu sih beda-beda dari setiap startup untuk mendapatkan revenue. Idealnya tunggu berdiri sampai 5 tahun dulu setelah itu baru dikenakan pajak,” tutur Elyse di Jakarta, Selasa (5/9/2017).
Presiden Direktur PT Gan Inovasi Solusindo (PnP Indonesia) Wesley Harjono tidak ingin berkomentar terkait regulasi seperti apa terkait pajak yang seharusnya. Namun, dia berharap pemerintah dapat membantu pengusaha muda startup ini berkembang, salah satunya dengan tidak memberatkan dari sisi perpajakan.
“Dana atau revenue baru sedikit harus bayar pajak yang besar, contohnya seperti itu. Intinya, kalau bisa ada tax incentive untuk para pelaku startup ini,” ujar Wesley.