Bisnis.com, JAKARTA - Salah mengambil jurusan pendidikan tidak selamanya menjadi petaka bagi karir seseorang. Dengan semangat dan keteguhan hati, setiap kesalahan yang telah terjadi dapat menjadi bekal berguna untuk meraih kesuksesan.
Patrick Adhiatmadja mungkin tidak pernah terpikir untuk menjadi bos di PT Federal Karyatama, produsen pelumas kendaraan bermotor dengan merek Federal Oil dan Federal Mobil, jika mengingat kembali masa lalunya.
Menempuh pendidikan di SMA Pangudi Luhur, Patrick masuk jurusan Ilmu Pengetahuan Alam meskipun dirinya tidak terlalu menyukai mata pelajaran eksakta. Saat dirinya kuliah, pelajaran eksakta dilanjutkan dengan mengambil jurusan Teknik Arsitektur di Universitas Katolik Parahyangan, Bandung.
Pria kelahiran Semarang 1964 itu pun sempat melalui masa dilema saat memasuki semester enam di universitas. Saat itu dirinya memberanikan diri untuk berbicara kepada ayahnya perihal perasaannya yang merasa salah jurusan.
Ketika itu, Patrick merasa lebih senang dengan ilmu marketing dan sales, ketimbang teknik arsitektur yang digelutinya. Ketertarikan itu mulai dirasakan dari beberapa obrolan bersama temannya yang masuk Fakultas Ekonomi di kampus yang sama.
“Beruntung ayah saya yang saat itu dosen di salah satu universitas swasta berpikir terbuka, dan hanya meminta saya untuk menyelesaikan apa yang pernah saya pilih dan mulai,” katanya kepada Bisnis.
Dirinya pun harus memastikan 'salah jurusan' saat dirinya magang di salah satu perusahaan konsultan arsitektur sebagai salah satu syarat kelulusannya.
Perjalanan hidup membuktikan. Keputusan akhirnya diambil saat dirinya lulus dari Universitas Katolik Parahyangan. Patrick mencari perusahaan yang menyediakan program management trainee agar dirinya dapat mempelajari ilmu penjualan dan pemasaran.
“Di akhir era 80-an, sektor perbankan dan teknologi informasi sangat booming, dan saya tidak melihat sektor lain. Kebetulan saat itu PT Metrodata Indonesia [saat ini PT Metrodata Electronics Tbk] membuka peluang itu,” ujarnya.
Lima tahun berkarir di Metrodata, Patrick berhasil menduduki posisi sebagai manajer termuda dan mulai mendapat tawaran untuk bekerja di perusahaan lain.
General Electric Company (GE) pun menjadi perusahaan kedua yang dimasuki Patrick untuk memperdalam ilmu pemasaran dan penjualan. Di sana, Patrick menghadapi kenyataan yang jauh berbeda dari yang pernah dibayangkan.
Status GE sebagai perusahaan multinasional menuntut Patrick bekerja secara profesional dan penuh integritas. Di sana pun dirinya mempelajari teknik pengembangan bisnis, nilai-nilai, visi dan misi perusahaan, serta penentuan arah perusahaan, hingga membawa dirinya ke posisi Direktur Pengembangan Bisnis General Electric.
Manfaatkan Peluang
Gemilangnya perekonomian Indonesia pada 1996 menggoda Patrick untuk membangun perusahaan bersama teman masa kecilnya. Pengalamannya selama bekerja di beberapa perusahaan dirasa cukup sebagai modal untuk menjalankan perusahaannya sendiri.
"Saya merasa tertantang. Saya berdiskusi dengan atasan saya di GE mengenai peluang ini. Saat itu, atasan saya bilang jika melihat dengan kaca mata sempit, dia akan meminta saya tetap bekerja. Akan tetapi, dia menempatkan dirinya sebagai mentor saya dan menyuruh untuk mengambil peluang itu," ucapnya.
Sang atasan pun berpesan agar Patrick segera menghubunginya jika gagal dalam membangun perusahaan, agar dapat kembali bekerja di perusahaan tersebut.
Di perusahaan barunya, Patrick kembali mempelajari ilmu branding yang menjadi salah satu elemen terpenting dalam pemasaran dan penjualan. Dirinya pun terus mengasah kemampuan dalam membaca peluang untuk pengembangan perusahaan.
Sayangnya, kegemilangan ekonomi nasional hanya dinikmatinya selama setahun. Krisis ekonomi pada 1997 membawa dampak signifikan terhadap perusahaannya. Padahal, ketika itu Patrick sedang menyasar pasar regional untuk produk apparel dengan merek 'Anak'.
Dia pun sempat berencana mengalihkan target pasarnya ke luar negeri, tetapi urung karena ternyata mayoritas bahan baku setengah jadi yang digunakan di pabrik garmen masih impor. Situasi ekonomi yang tidak menentu saat itu membuat harga produknya naik di tengah lesunya daya beli masyarakat.
"Kami pun memutuskan untuk menutup perusahaan. Tetapi penutupan itu kami lakukan dengan gentleman mengikuti seluruh aturan, karena tidak ingin ini menjadi sandungan ke depannya," ujarnya.
Proses penutupan pun dimulai dengan pencabutan nomor pokok wajib pajak atau NPWP, yang kemudian dilanjutkan dengan pencabutan badan hukum perseroan terbatas. Dirinya pun harus memasang iklan penutupan perusahaan itu, sebagai pemberitahuan kepada konsumen dan supplier.
"Pengalaman itu yang membentuk saya, karena saya selalu menganggap sarjana saya di Universitas Parahyangan, S2 saya di perusahaan yang sempat saya masuki, dan S3 saya dari pengalaman mengelola perusahaan sendiri," katanya.
Pengalamannya mengelola perusahaan sendiri membuatnya mampu melihat persoalan dari berbagai sudut. Dengan begitu, dirinya dapat memutuskan kebijakan dan strategi yang pas untuk dijalankan dalam pengembangan perusahaan.
Dirinya pun kembali bekerja sebagai profesional, dan sempat menjadi direksi di beberapa perusahaan seperti Lucent Technologies Asia/Pacific Incorporated dan Motorola Network Asia, hingga akhirnya bergabung dengan perusahaan pengelola investasi di sektor telekomunikasi dan infrastruktur.
Empat tahun berkarir di perusahaan pengelola investasi sektor telekomunikasi dan infrastruktur, Patrick kembali ditawari masuk ke PT Mitra Pinasthika Mustika yang menjadi holding Federal Oil.
Koneksi Pangudi Luhur juga menjadi salah satu alasan yang memuluskan langkahnya bergabung dengan perusahaan yang bermarkas di Jawa Timur itu. Saat itu, PT Mitra Pinasthika Mustika (MPM) baru saja beralih kepemilikan dari Keluarga Soeryadjaya menjadi Grup Saratoga.
"MPM butuh pengembangan bisnis dan saya melihat ini sebagai peluang menarik, karena perusahaan ini dalam kondisi yang baik," ujarnya.
Transformasi Federal Oil
Karir di MPM akhirnya membawanya ke posisi President Director PT Federal Karyatama. Di perusahaan tersebut Patrick harus mengawal transformasi Federal Oil yang semula pelumas genuine sepeda motor merek Honda menjadi pemain di pasar after market dengan merek sendiri.
"Perusahaan ini sudah sangat lama menjadi genuine pelumas sepeda motor Honda, dan sekarang harus memasarkan produk dengan merek Federal Oil," katanya.
Perubahan ini pun memaksa dirinya untuk menciptakan merek dagang yang kuat di benak masyarakat. Saat menjadi genuine pelumas sepeda motor Honda, perusahaan hanya memiliki tiga orang salesman, karena memanfaatkan jalur distribusi bengkel resmi Honda.
Perusahaan pun tidak perlu repot memikirkan pemasarannya, karena seluruh pelumas yang diproduksi akan dibeli oleh Honda.
Perubahan haluan perusahaan pun harus memakan korban, karena dirinya ingin perusahaan dapat menghadapi tantangan dengan kondisi yang baik. Beberapa karyawan pun harus berpisah dengan Federal Oil, karena perubahan haluan itu.
"Saya mengibaratkan saat itu kami ingin sprint bersama-sama dengan bergandengan tangan, dan harus finish di waktu bersamaan. Tentu waktu tercepat yang dapat kami capai tergantung dari kecepatan pihak yang paling lemah, sehingga perlu restrukturisasi," ucapnya.
Patrick pun langsung membentuk tim untuk turun ke lapangan dan merekam market share, kepuasan pelanggan, dan jenis pelumas yang diinginkan masyarakat. Dari situ lah kemudian perusahaan menciptakan formula pelumas yang dianggap paling diinginkan masyarakat.
Di Federal Karyatama, dirinya selalu memimpin dengan contoh, dengan harapan para pekerjanya dapat mengikuti nilai-nilai yang akan ditanamkannya.
Patrick selalu menyempatkan diri untuk berkeliling sekedar menyapa para staf hingga buruh di pabrik pelumas perusahaan. Dirinya pun selalu terbuka dengan berbagai masukan dan menerima siapapun yang memiliki ide untuk mengembangkan perusahaan.
"Pintu saya selalu terbuka, kecuali ada pembicaraan penting. Saya juga lebih senang berkeliling untuk mengetahui jika ada persoalan yang terkait dengan pekerjaan," katanya.
Meski mengaku selalu memimpin dengan tidak otoriter, Patrick saat ini melihat pendiri Apple Inc Steve Jobs sebagai pemimpin yang layak dijadikan panutan. Dirinya menilai Jobs sebagai sosok yang cerdas dalam membangun brand Apple, dan mampu mengendalikan pasar perangkat teknologi di seluruh dunia.
"Meski market share Apple saat ini masih kalah dengan Samsung, tapi Apple dapat memberikan nilai tersendiri bagi pengguna dan seluruh masyarakatnya," katanya.
Hal itu yang kemudian diikuti oleh pria yang belakangan gemar olahraga lari. Federal Oil langsung menentukan target pasarnya, agar mampu bertahan dari gempuran genuine oil dan pelumas keluaran Pertamina.
Bengkel pribadi yang banyak ditemukan di berbagai daerah pun ditetapkan sebagai target pasar. Perusahaan selalu menjalin hubungan baik dengan pemilik bengkel dan montir agar mereferensikan Federal Oil sebagai pelumas yang paling cocok untuk sepeda motor di Indonesia.
Strategi branding itu pun dipadukan dengan keputusan perusahaan menjadi sponsor utama bagi Gresini, salah satu tim yang berlaga di ajang Moto2. Hal itu dilakukan untuk menggenjot kepercayaan masyarakat kepada Federal Oil.
"Dengan melihat merek Federal Oil di Moto2, kami ingin menyampaikan pesan kepada masyarakat kalau kami tidak asal-asalan membuat pelumas," ucapnya.
Kesalahan yang telah terjadi selalu membawa berkah. Patrick pun mengaku seluruh pengalamannya lah yang telah berhasil membawanya ke posisi puncak di Federal Karyatama.
Bahkan, Teknik Arsitektur yang disebutnya ‘salah jurusan’ ikut berperan, karena membuat dirinya mampu berpikir secara runut dan sistematis dalam menghadapi setiap masalah.