Bisnis.com, JAKARTA — Industri Keuangan Non Bank (IKNB) selama beberapa tahun terakhir terus menunjukkan pertumbuhan positif. Dukungan pengawasan dan regulasi dari OJK membuat industri semakin menyentuh masyarakat kecil. Bagaimana proyeksi bisnis IKNB tahun ini? Apa saja aturan baru yang disiapkan regulator?
Untuk mengetahuinya, Bisnis mewawancarai Kepala Eksekutif Pengawas IKNB OJK Firdaus Djaelani, Selasa (26/1/2016). Berikut petikannya.
Apa strategi OJK untuk meningkatkan penetrasi dan densitas asuransi di Indonesia?
Kami memang merasakan potensi asuransi di Indonesia masih besar meskipun perusahaan-perusahaan asuransi dan pemerintah telah berupaya untuk meningkatkan densitas dan penetrasi asuransi. Namun, jika membandingkan antara penerimaan premi dan GDP, itu masih tertinggal jauh, begitu juga jika kita membandingkan pemegang polis dengan jumlah penduduk, dirasakan masih jauh.
Upaya yang kami lakukan ialah edukasi ke berbagai lapisan masyarakat. Jadi tidak hanya masuk ke kalangan masyarakat yang mampu tetapi juga masuk ke program insurance goes to campus, ke sekolah-sekolah, ke tempat-tempat ramai.
Perusahaan asuransi juga menciptakan produk-produk yang menarik masyarakat. Ada produk yang skalanya sangat kecil yakni asuransi mikro. Itu contoh bagaimana kami berupaya meningkatkan densitas dan penetrasi asuransi, karena dengan menjual asuransi mikro di kalangan bawah, kami harapkan potensi asuransi meningkat.
Sejalan dengan itu, kami memiliki target sampai 10 juta agen. Alasannya, potensi menjual asuransi melalui agen masih sangat tinggi walaupun jalur-jalur lain juga kami gunakan seperti melalui lembaga keuangan lainnya misalnya perbankan, kemudian bank perkreditan rakyat (BPR) yang sudah diperkenankan menjual asuransi. Kemudian melalui jalur-jalur perusahaan yang banyak kantor cabang seperti Pegadaian, Kantor Pos, serta agen Laku Pandai perbankan.
Tentu kami ingin penetrasi asuransi terus naik dari yang tercatat saat ini masih di bawah 5%. Artinya, berbagai upaya untuk meningkatkan penetrasi ini akan terus dilakukan.
Apa saja kendala di industri dan bagaimana menyiasatinya?
Tahun lalu, memang ada beberapa hambatan, seperti pertumbuhan ekonomi di kisaran 4,8%. Itu cukup mempengaruhi daya beli masyarakat. Harapannya, tahun ini terus ada kenaikan.
Kami akan mempermudah perusahaan-perusahaan untuk membuat produk. Mereka tidak perlu lagi izin, hanya registrasi saja, supaya terus ciptakan produk-produk yang memang dibutuhkan dan sesuai dengan masyarakat.
Asuransi mikro untuk menjangkau masyarakat menengah ke bawah juga kami genjot habis-habisan. Walaupun kami belum keluarkan ketentuan minimal mengenai perusahaan asuransi untuk menjual produk mikro dari total bisnis, namun kami coba dorong dari asosiasi. Asosiasi sudah sepakat setiap perusahaan minimal menjual 600-1.000 polis asuransi mikro. Selama ini kan sudah ada yang jual mikro, ada yang belum.
Nah, sekarang asosiasi sudah sepakat untuk mendorong setiap perusahaan agar wajib menjual asuransi mikro, dan terus ditingkatkan setiap tahunnya. Saat ini, jumlah polis asuransi mikro sudah mencapai 10 juta, cukup baik perkembangannya.
Selain itu, ada gagasan untuk membuat aturan mengenai pendirian asuransi mikro skala daerah, misal provinsi atau kabupaten. Nah, modalnya tidak disamakan dengan pendirian perusahaan asuransi yang sampai Rp100 miliar, mungkin hanya Rp5 miliar. Namun, ini masih kami jajaki, angka pastinya masih ditinjau. Harapannya tetap untuk mendorong densitas dan penetrasi asuransi dalam literasi keuangan, jadi kami dorong asuransi mikro terus menerus.
Apa saja penajaman regulasi pada jasa IKNB yang akan ditindaklanjuti tahun ini?
Sejak OJK lahir tiga tahun lalu, kami terus lakukan penajaman-penajaman. Tahun lalu, sudah banyak aturan yang kami keluarkan untuk mendorong pertumbuhan industri asuransi sekaligus peningkatan perlindungan kepada masyarakat. Jadi kalau masyarakat merasa terlindungi membeli produk-produk lembaga keuangan, maka dia akan membeli produk-produk lembaga keuangan.
Tahun ini, kami akan terus melakukan penajaman di industri keuangan nonbank. Kami akan mengatur pegadaian. Sekarang ini gadai swasta sudah ramai tumbuh di mana-mana, sebetulnya ini bagus untuk membantu likuiditas masyarakat.
Kalau di berbagai sudut jalan ada kios kecil yang menjalankan usaha gadai, itu bagus. Jadi, kalau ada masyarakat butuh cash, dia menggadaikan jam tangannya, sore ditebus lagi-karena lembaga keuangan yang kecil-kecil ini melayani yang mungkin tidak terjangkau oleh perbankan.
Saya kira dalam waktu yang tidak terlalu lama akan kami keluarkan aturan ini. Kami ingin ciptakan pegadaian itu skala usahanya sampai kabupaten dan provinsi. Kami sebar, kami coba misalnya untuk Indonesia Timur, kami coba modalnya lebih kecil.
Tahun ini, kami juga akan melakukan penajaman lagi seperti mendorong pertumbuhan ekonomi kreatif. Di Indonesia, banyak sekali anak muda yang karena kreativitasnya menciptakan produk-produk yang mungkin kesulitan modal. Kami masuk dengan cara berkoordinasi dengan perusahaan modal ventura dan perusahaan finance untuk bisa membiayai industri kreatif.
Insya Allah, semua regulasi untuk asuransi tuntas semua tahun ini termasuk mengenai batas minimal investasi Surat Berharga Negara (SBN) untuk IKNB. Prosesnya sekarang sudah di Kemenkumham, kemungkinan akhir bulan sudah ada.
Untuk peraturan mengenai gadai swasta, kami sedang coba selesaikan. Kami targetkan peraturan ini akan selesai pada Maret. Substansi sudah didapatkan, tinggal legal aspeknya.
Dari sisi regulasi, stimulus apa yang disiapkan untuk mendukung kewajiban berinvestasi pada SBN?
Pemerintah saat ini membutuhkan dana cukup besar untuk infrastruktur. Pembangunan itu dibiayai oleh pemerintah dengan menerbitkan SBN dan sebagian lagi dengan mengundang investor untuk berinvestasi di sektor infrastruktur. Nah, kami melihat struktur SBN saat ini banyak investor asing, sementara investor lokal masih kurang.
Kami ingin mendorong itu karena potensinya ada di perusahaan asuransi, dana pensiun, perusahaan sosial seperti BPJS, Taspen, yang memiliki likuiditas cukup. Kami tidak membuat batas atas dan bawah. Banyak perusahaan sudah membeli, ada yang sudah cukup tinggi sampai 40%, ada juga yang hanya 5%. Padahal, negara membutuhkan dana yang bersifat jangka panjang yang dimiliki oleh asuransi dan dana pensiun.
Kami buatkan aturan kewajiban bagi asuransi, dana pensiun untuk membeli SBN untuk jangka panjang misalnya 5—10 tahun. Kami dorong, misalnya ada kewajiban 20% dari dana investasi mereka beli SBN, tahun depan kami tingkatkan lagi 30%, dana pensiun juga begitu.
Apakah ada wacana khusus untuk mendukung program pemerintah?
Kami banyak berpartisipasi di kelompok kerja misalnya di sektor maritim, kami masuk melalui multifinance kerja sama dengan perusahan penjaminan, kemudian dengan asuransi masuk untuk pembiayaan maritim.
Kami juga masuk ke pertanian, kami dorong asuransi masuk ke sektor pertanian. Melalui program asuransi pertanian, program ini berkelanjutan. Target tahun lalu mencapai 1 juta ha, sampai sekarang baru 40%.
Memang ada kerja sama Kementerian Pertanian tetapi sosialisasi ke petani ini tidak mudah, walaupun disubsidi pemerintah tetapi pemahaman masyarakat juga penting. Program ini akan terus berlanjut karena pemerintah menargetkan, misal tercapai 1 juta ha, naik lagi menjadi 2 juta ha, lalu suatu saat mencapai 12 juta ha-15 juta ha, bisa diasuransikan semuanya.
Kami juga mendorong IKNB tahun ini untuk membantu asuransi peternakan. Kami sudah berbicara dengan Kementerian Pertanian supaya ternak bisa disertifikasi. Jadi jika petani memiliki sapi atau kerbau, ternaknya itu disertifikasi, nah sertifikat itu bisa digadai untuk dapatkan uang untuk bercocok tanam.
Asuransi akan berperan karena ternaknya harus diasuransi untuk menghindari terjadi hal-hal yang tidak diinginkan. Potensinya besar karena di NTT, NTB, dan Jawa banyak petani memiliki sapi dan kerbau. Harga kerbau Rp15 juta sama dengan harga motor, kalau motor bisa diagunkan, kenapa kerbau ndak?
Kami juga masuk ke sektor energi. Di beberapa daerah sedang dikembangkan pembangkit listrik tenaga surya, tentunya kami harapkan ada pembiayaan oleh perusahaan multifinance. Jadi sebetulnya banyak kelompok kerja yang bisa dibiayai.
Bagaimana rancangan program Indonesia Investment Club (IIC) dalam melihat peluang pengembangan infrastruktur?
IIC itu kan media untuk mempertemukan IKNB, misalnya asuransi, dana pensiun, multifinance terhadap sejumlah instrument investasi seperti SBN, corporate bonds, dan saham. Itu sudah jalan dan ada beberapa pihak yang akan IPO menggunakan media itu dan mempresentasikan ke teman-teman.
Kalau mau beli atau tidak, itu kan tergantung perusahaan, tapi dengan media ini jadi lebih mudah saja mempertemukan yang ingin berpartisipasi. Intinya, IIC hanya media untuk memfasilitasi proses investasi.
Bagaimana gagasan dan arah pembentukan dana ventura?
Saat ini, banyak venture fund yang datang dari luar, kami tidak memusuhi mereka. Kami cenderung mengajak mereka untuk masuk, misalnya dalam perusahaan patungan. Daripada mereka diam-diam membiayai industri kreatif kita, lebih baik datang langsung saja. Kami tidak larang, tapi akan kami ajak untuk bisa meresmikan venture fund di Indonesia.
Bentuknya, kami masih cari polanya. Kami juga harus bicara dengan pasar modal. Apakah bentuknya penyertaan terbatas? Nah, ini kami masih bicarakan dengan teman-teman pasar modal.
Bagaimana proyeksi pertumbuhan IKNB dalam beberapa tahun ke depan?
Untuk tahun ini, kami masih menunggu laporan perusahaan. Pada Februari, mereka harus memasukkan rencana bisnisnya. Jadi semua pelaku IKNB menyampaikan dulu, baru bisa kita rekap untuk perkiraan bisnis tahun ini. Sinyalnya, pertumbuhannya akan lebih baik.
Terkait dengan lima tahun ke depan, kami harapkan IKNB dapat berkontribusi minimal 30% dari total sektor jasa keuangan dengan beberapa rencana kerja yang telah dimulai. Saat ini, masih di kisaran 25%. Memang tertinggal jauh dengan negara lain seperti Jepang 40%, Malaysia atau Korea bisa 30%. Namun, setidaknya, akan lebih stabil untuk suatu negara bila kontribusi jasa keuangan bisa seimbang.
Biodata |
Nama : Firdaus Djaelani |
Jabatan : Kepala Eksekutif Pengawas Industri Keuangan Non Bank, Otoritas Jasa Keuangan |
Tempat/Tanggal Lahir : Jakarta, 17 Desember 1954 |
Riwayat Pendidikan |
2012, S-3 Program Pascasarjana Sosial Ekonomi Universitas Gadjah Mada |
2004, Charterred Life Underwriter, Singapore Collage of Insurance |
2004, Certified Wealth Manager, The University of Greenwich, London |
2003, Charterred Financial Consultant, Singapore Collage of Insurance |
2003, Graduate Diploma in Financial Planning, Singapore Collage of Insurance |
1988, S-2 Ekonomi, Ball State University Indiana USA |
1981, S-1 Manajemen, Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia |
Perjalanan Karier |
2012-sekarang Kepala Eksekutif Pengawas IKNB OJK |
2008-2012 Anggota Dewan Komisioner merangkap Kepala Eksekutif LPS |
2005-2008 Direktur Penjaminan & Manajemen Risiko LPS |
2000-2006 Direktur Direktorat Asuransi DJLK Departemen Keuangan |
2004-2012 Komisaris Independen PT Asuransi Maipark |
2003-2009 Komisaris PT REINDO |
1998-2000 Direktur PT Asuransi Ekspor Indonesia (Persero) |
Pewawancara: Irene Agustine/Thomas Mola/Anggara Pernando