ANCAMAN CYBER: Apakah Anda Seorang Cyber Savy?

Agnes Savithri
Sabtu, 26 September 2015 | 11:50 WIB
Cyber crime/ilustrasi
Cyber crime/ilustrasi
Bagikan

Bisnis.com, JAKARTA - Era digital yang saat ini sedang digaung-gaungkan oleh seluruh dunia dinilai akan memudahkan kehidupan masyarakat. Dari mulai pencarian informasi hingga beraktifitas, semuanya akan tersedia dengan mudah dan terkoneksi dengan jaringan internet.

Tetapi, seiring bertambah canggihnya teknologi dan semakin banyaknya perangkat yang terhubung satu sama lain, seringkali orang masih kurang peka terhadap potensi ancaman cyber yang datang.

Belum lama ini perusahaan cyber security Kaspersky Lab mengadakan pengujian terhadap pengguna internet di dunia. Pengguna Internet seringkali tidak mengenali potensi ancaman ketika mereka berhadapan dengan salah satunya.

Hal ini merupakan hasil pengujian yang dilakukan oleh Kaspersky Lab yang melibatkan 18.000 orang di seluruh dunia. Tes ini menempatkan responden pada beberapa situasi berpotensi berbahaya yang terjadi secara teratur di Internet.

Perusahaan keamaan dunia cyber ini ingin menyoroti permasalahan ini dengan sebuah tes yang dapat membantu pengguna mengevaluasi tingkat kemahiran cyber pengguna dan memahami jika perilaku mereka di Internet itu aman atau tidak.

Keselamatan pengguna dalam lingkungan digital tergantung pada sejumlah faktor. Pertama, tergantung pada kemampuan pengguna untuk membuat keputusan yang tepat.

Kedua, kebiasaan online pengguna dapat membantu melindungi identitas digital, uang serta data pribadi atau sebaliknya bisa menjadikan kesemuanya itu mangsa yang mudah bagi penjahat.

Menurut survei tahunan, Consumer Security Risks Survey 2015, pengguna Internet semakin merasa khawatir tentang ancaman cyber dan menyimpan lebih banyak lagi informasi pribadi pada perangkat mereka, tetapi ironisnya mereka juga tidak menjadi lebih berhati-hati.

Misalnya, persentase responden yang bersedia untuk memasukkan data-data pribadi atau keuangan di website yang mereka tidak yakin keabsahannya mengalami sedikit peningkatan sejak 2014, yakni dari 30% menjadi 31%.

Sementara itu, jumlah pengguna yang merasa yakin mereka tidak akan menjadi target serangan cyber melonjak dari 40% menjadi 46%. Pada saat yang sama, pengguna internet seringkali tidak mengenali potensi ancaman ketika mereka berhadapan dengan salah satunya.

Hal ini merupakan hasil pengujian yang dilakukan dengan menempatkan responden pada beberapa situasi berpotensi berbahaya yang terjadi secara teratur di Internet misalnya saja ketika mereka berselancar di situs, mengunduh file atau melihat situs jejaring sosial.

Setiap skenario menawarkan beberapa pilihan jawaban. Berdasarkan pada akibat negatif yang mungkin terjadi, maka setiap jawaban diberikan skor—semakin aman pilihan pengguna, maka semakin tinggi skor yang didapatkan, dan sebaliknya.

Perwakilan dari 16 negara mencetak rata-rata 95 poin dari kemungkinan 150. Ini berarti mereka hanya memilih setengah pilihan aman pada situasi hipotetis, sementara di situasi yang tersisa mereka membuat dirinya berisiko terkena konsekuensi yang tidak menyenangkan misalnya saja seperti kebocoran informasi rahasia.

Selama pengujian hanya 24% responden saja yang mampu meng-identifikasi halaman web asli tanpa memilih halaman  phishing  (palsu). Sementara, 58% dari mereka yang disurvei hanya memilih situs phishing, yang memang dirancang untuk mencuri kredensial seseorang, tanpa memilih halaman asli.

Tes ini juga menemukan bahwa ketika menerima email mencurigakan, setiap pengguna kesepuluh akan membuka file terlampir tanpa memeriksanya terlebih dahulu—hal ini sama saja dengan meluncurkan program jahat secara manual dalam banyak kasus. Dan sisa 19% responden akan menonaktifkan solusi keamanan jika tiba-tiba mencoba untuk mencegah instalasi program karena bisa berbahaya.

Peneliti Keamanan Principal di Kaspersky Lab David Emm mengungkapkan pembelaan diri merupakan bagian integral dari keberadaan kita.

“Dalam dunia nyata kita tahu bagaimana caranya untuk mengurangi risiko kehilangan uang atau properti. Kita belajar mengenai hal tersebut sejak usia dini. Ketika sedang offline  kita selalu waspada, tetapi ketika menyangkut Internet biasanya naluri mempertahankan diri seringkali gagal. Dan, tentu saja, hari ini segala sesuatunya memiliki format digital, mulai dari kehidupan pribadi, kekayaan intelektual hingga uang,”ujarnya.

Dia menambahkan tingkat kesemuan tersebut mengharuskan  pengguna mengadopsi tanggung jawab yang sama seperti dalam kehidupan nyata, dan apabila membuat kesalahan secara online maka biaya yang dikeluarkan bisa sama mahalnya. Itu sebabnya masyarakat harus berkembang bersama teknologi dan meningkatkan kemahiran dunia maya mereka.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Simak berita lainnya seputar topik artikel ini di sini:

Penulis : Agnes Savithri
Editor : Fatkhul Maskur
Sumber : Bisnis Indonesia, Sabtu (26/9/2015)
Bagikan

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terkini

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Terpopuler

Topik-Topik Pilihan

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper