Tontonan TV Banyak Amburadul, LSF Dituding Tak Maksimal

Stefanus Arief Setiaji
Rabu, 1 Mei 2013 | 05:02 WIB
Bagikan

BISNIS.COM,JAKARTA--Masyarakat TV Sehat Indonesia menilai kinerja Lembaga Sensor Film (LSF) belum maksimal karena masih banyak tayangan yang tidak mencerdaskan masyarakat berhasil lolos sensor.

Pembina Masyarakat TV Sehat Indonesia Fahira Idris mengatakan saat ini masyarakat bukan hanya disuguhi tontonan yang mengumbar pornografi, mistis, dan kekerasan semata.

"Banyak sinetron yang menggunakan simbol agama sebagai tersangka marak ditayangkan oleh stasiun televisi. Sinetron-sinetron yang jalan ceritanya tidak logis dan membodohi penonton juga tidak kalah maraknya," ujarnya melalui keterangan resmi, Selasa (30/4/2013).

Dia menuturkan hampir setiap hari tayangan yang memperlihatkan kekerasan, sadisme, kebencian, permusuhan, gaya hidup konsumtif dan hedonis berseliweran di depan mata penonton televisi.

Fenomena seperti itu, lanjutnya menimbulkan pertanyaan mengenai fungsi LSF sebagai lembaga yang diamanahkan undang-undang melindungi masyarakat dari pengaruh negatif tayangan film, sinetron, dan iklan melalui penyensoran.

Apabila LSF tidak berfungsi dan berperan dengan baik, maka bukan tidak mungkin ketahanan moral bangsa bakal hancur.

Meski demikian, katanya upaya melakukan penyensoran terhadap tayangan yang tidak mendidik dan mencerdaskan, bukan hanya menjadi tugas LSF.

"Yang tidak kalah pentingnya peran masyarakat sendiri untuk melakukan swa sensor. Daripada mengandalkan LSF, langkah swa sensor bisa jauh lebih efektif," imbuh Fahira.

Fahira mendorong pemerintah meningkatkan kualitas sumberdaya manusia LSF dan juga anggarannya.

"Dengan anggaran yang memadai, teknologi penyensoran bisa lebih ditingkatkan dengan cara memperkuat infrastruktur teknologi dan juga memberi kesempatan mengikuti pelatihan-pelatihan kepada tim LSF," tegasnya.

Wakil Ketua LSF Nunus Supardi menyatakan guna menangkal tayangan-tayangan yang tidak berkualitas, strategi yang paling efektif sebenarnya adalah swa sensor dari masyarakat.

Terkait, lemahnya peran dan fungsi LSF, Nunus beralasan penyebabnya berupa regulasi.

Saat ini, kata Nunus, menurut UU No.33 Tahun 2009 tentang Perfilman, peran dan fungsi LSF hanya sekadar sebagai lembaga penilai dan penyensor.

Selain itu, LSF menghadapi perkembangan teknologi perfilman yang berkembang pesat.

Teknologi perfilman sedang berkembang ke arah digitalisasi, sehingga LSF tidak bisa lagi secara langsung menyensor film dengan cara memotong bagian-bagian yang melanggar.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Simak berita lainnya seputar topik artikel ini di sini:

Bagikan

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terkini

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Terpopuler

Topik-Topik Pilihan

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper