Anggota BRTI Nonot Harsono mengungkapkan pihaknya tengah membicarakan persoalan Rp0 tersebut dan akan dilakukan teguran dan tindakan secara tegas.
Maksud predatory pricing adalah tarif atau harga yang bisa membunuh lawan bisnis. Apabila mereka masih bandel, maka kemungkinan untuk menyerahkan kasus tersebut kepada Komisi Pengawas Persaingan Usaha [KPPU} terbuka lebar, katanya kepada Bisnis hari ini.
Menurut dia, SMS gratis saja ditegur, apalagi nelpon gratis. Seharusnya, kata Nonot, operator seluler itu sudah memahaminya, tetapi disengaja karena mungkin panik takut bersaing dengan lawan usaha.
BRTI menilai tarif gratis atau Rp0 sangat aneh, apalagi untuk off-net mengingat operator itu harus bayar interkoneksi.
Indonesia Telecommunication User Group menyesalkan masih adanya sejumlah operator telekomunikasi yang memberikan promosi tarif Rp0 atau gratis yang sebenarnya cenderung menjebak pelanggan.
Pengguna telekomunikasi sebaiknya waspada dan teliti terhadap tawaran operator yang menyesatkan dan cenderung berlindung di balik bahasa iklan yang sengaja melakukan misleading atau penyesatan informasi, ujar Nurul Budi Yakin, Ketua Umum Idtug.
Idtug menilai sering ada operator seluler yang menawarkan tarif Rp0 alias gratis untuk menelpon ke operator seluler lainnya. Kata-kata gratis memang selalu menarik perhatian konsumen, meski ternyata, di dalamnya penuh dengan kebohongan dan penyesatan.
Nurul menilai tarif Rp0 hanya membodohi masyarakat pengguna telekomunikasi. Saat ini tarif interkoneksi antar seluler lokal adalah Rp251 per menit, sementara untuk interkoneksi antarseluler interlokal adalah Rp461 per menit.
Harga Rp0 penuh dengan syarat dan ketentuan di mana hal tersebut sangat minim sosialisasinya. Tarif Rp0 biasanya hanya berlaku setelah menit tertentu dan berakhir pada menit tertentu juga, atau untuk tarif sesama operator (on-nett) .
Adapun, tarif dari menit pertama sampai ketiga biasanya dua kali lipat lebih mahal dari tarif dasar atau interkoneksi, misalnya Rp10 per detik.
Operator [yang beriklan Rp0 ke semua operator] riilnya mengutip tarif ritel kepada konsumennya Rp400 per menit. Keuntungan Rp149 per menit ternyata dapat dikemas dalam bahasa marketing menjadi Rp0 per menit, sesalnya.
Tarif nelpon antaroperator (offnet) adalah Rp10/detik tanpa time band. Jika nelpon 4 menit bonus 2 menit gratis berarti totalnya 6 menit kena tarif Rp2.400 sehingga tarif ritel riil adalah Rp400/menit.
Jadi, kata Nurul, tidak ada yang betul-betul Rp0, yang paling murah memang nelpon on-net pada pukul 00:00-11:00 (kena Rp100/10 detik) selanjutnya free, atau ada juga yang hanya memberi free Rp0 untuk 30 detik pertama.
Menurut dia, mungkin ini yang dimaksudkan nelpon gratis alias Rp0 itu, meski tetap harus bayar Rp100 per call, apalagi adanya fitur drop call yang mungkin disengaja atau tidak tetap saja merugikan pelanggan.
Berdasarkan website operator, saat ini hampir semua operator telekomunikasi memberlakukan tarif Rp0. XL Axiata Tbk misalnya meluncurkan tarif Rp0 untuk pelanggannya, kemudian menyusul PT Telkomsel meluncurkan tarif yang sama. Kedua operator GSM tersebut memberikan tarif Rp0 untuk 30 detik pertama.
Selain kedua operator besar tersebut, Axis juga meluncurkan layanan telepon terbaru, Juara Nelpon Rp0, yang memungkinkan pelanggan menikmati layanan telepon Rp0 per menit ke semua operator setelah pemakaian minimum Rp100, serta mobile 8 yang mengiklankan Gratis selamanya, yang jelas-jelas menyesatkan.
Idtug mengharapkan adanya tindakan tegas dari BRTI berupa denda atau lainnya. Regulator juga harus mulai mengintervensi kebijakan tarif operator yang mulai ngawur.
Sementara itu, Husna Zahir. Ketua UmumYayasan Lembaga Konsumen Indonesia (YLKI), menilai adanya promosi tarif Rp0 membuktikan kompetisi belum matang.
Seharusnya persaingan adalah pada sisi kualitas layanan dan kecepatan, bukan tarif yang menyesatkan, tuturnya.(api)