Bisnis.com, JAKARTA — Perusahaan rintisan digital diprediksi masih menghadapi potensi gulung tikar hingga akhir 2021, lantaran banyak pemain yang masih hanya bergantung pada investor selama pandemi Covid-19.
“Saya rasa melihat pengalaman tahun ini hingga semester I/2021, terdapat lebih dari 10–15 persen yang gulung tikar di Indonesia. Sehingga, mau tidak mau setiap pemain harus kembali ke model bisnis yang benar,” kata Ketua Umum Asosiasi Startup Teknologi Indonesia (Atsindo) Handito Joewono, Jumat (4/6/2021).
Dia mengartikan model bisnis yang tepat dan benar sebagai model bisnis yang tidak berpangku tangan pada investor atau modal ventura, tetapi harus memahami bagaimana bisnis dapat dijalankan dengan baik yaitu bagaimana proyeksi keuangan, pendapatan, dan biaya dapat menghadirkan profit.
“Ke depan tidak bisa lagi seperti ini, karena tidak hanya startup yang terancam banyak gulung tikar, tetapi investor pun banyak yang kewalahan untuk menyuntikan dana karena banyak pemain yang hanya mengandalkan dana dari pemodal,” sambung Handito.
Pada kuartal III/2021, sektor dagang elektronik (e-commerce), teknologi kesehatan (healthtech), dan pariwisata dinilai memiliki tantangan besar untuk bisa terhindar dari fenomena gulung tikar.
“Meskipun [teknologi] kesehatan tengah tumbuh, tetapi mulai mengarah ke konsolidasi kembali sehingga mereka akan menghadapi ancaman berat khususnya yang hanya mengandalkan pandemi Covid-19 sebagai stimulus bisnisnya. Kecuali, [pemain] yang bisa berinovasi untuk kebutuhan pascapandemi sehingga tidak hanya tergantung potensi musiman,” terangnya.
Sekadar informasi, pada 2020, satu per satu startup mulai berguguran dan menutup layanan mereka secara permanen di Indonesia. Di antaranya adalah Airy, Sorabel, Stoqo, Eatsy, dan Hooq.
Namun, hingga April 2021, jumlah startup di Indonesia mencapai 2.229. Dengan jumlah tersebut, maka Indonesia menduduki peringkat kelima sebagai negara dengan jumlah perusahaan rintisan terbanyak di dunia.
Handito pun menanggapi bahwa saat ini, jumlah startup tidak menggambarkan maju atau tidaknya ekosistem terkait melainkan menggambarkan bahwa masih ada optimisme masyarakat untuk membangun perusahaan rintisan.
Dia melanjutkan jika ada momentum atau stimulus ekonomi yang membuat kondisi ekonomi Indonesia membaik, maka angka penurunan startup bisa ditambal dan bahkan tumbuh meskipun hanya satu digit.