Komdigi Wajib Evaluasi Pemanfaatan 1,4 GHz Setiap Tahun, Fokus pada Pemerataan

Pernita Hestin Untari
Selasa, 29 Juli 2025 | 17:34 WIB
Teknisi melakukan perawatan menara BTS di Jakarta, Selasa (19/3/2024). Bisnis/Himawan L Nugraha
Teknisi melakukan perawatan menara BTS di Jakarta, Selasa (19/3/2024). Bisnis/Himawan L Nugraha
Bagikan

Bisnis.com, JAKARTA— Pengamat telekomunikasi meminta Kementerian Komunikasi dan Digital (Komdigi) untuk secara rutin melakukan evaluasi terhadap pemanfaatan pita frekuensi 1,4 GHz setelah ditentukan pemenangnya nanti. 

Saat ini, Komdigi telah membuka seleksi lelang pita frekuensi tersebut untuk layanan akses nirkabel pita lebar atau broadband wireless access (BWA). 

Pengamat telekomunikasi dari Institut Teknologi Bandung (ITB), Agung Harsoyo, mengatakan evaluasi rutin perlu dilakukan karena pita frekuensi 1,4 GHz merupakan sumber daya yang terbatas. 

Pemerintah harus memastikan spektrum digunakan secara optimal, tidak hanya dikumpulkan untuk tujuan tertentu.

“Karena pita frekuensi, 1,4 GHz dalam hal kasus ini, merupakan sumber daya terbatas, maka tiap akhir tahun mesti dievaluasi pemanfaatannya [utilisasi],” kata Agung saat dihubungi Bisnis pada Selasa (29/7/2025).

Agung menambahkan, apabila operator telekomunikasi pemenang lelang tidak memenuhi komitmen pemerataan layanan internet, maka pemerintah tidak perlu menunggu hingga 10 tahun untuk mencabut izin pemanfaatan spektrum tersebut.

Menurutnya, ketentuan sanksi tersebut dapat dituangkan secara jelas dalam regulasi yang akan disusun.

Agung juga menjelaskan pita frekuensi 1,4 GHz telah masuk dalam kategori International Mobile Telecommunications (IMT). Oleh karena itu, perangkat pendukungnya telah tersedia di pasar dan dapat segera digunakan oleh penyelenggara jaringan yang memenangkan lelang.

Dia menambahkan, jika tujuan utama dari penggelaran layanan berbasis pita 1,4 GHz adalah untuk menghadirkan internet di wilayah yang belum terjangkau jaringan serat optik (fiber optic), maka pemerintah dapat menyediakan data tersebut dalam bentuk informasi geografis.

Dengan cara ini, lanjut Agung, pemenang lelang dapat menggelar layanan di wilayah-wilayah yang ditargetkan, dan pelaksanaan layanan bisa dinilai secara kuantitatif maupun kualitatif.

“Sehingga dapat diawasi/dinilai secara kuantitas dan kualitas layanannya,” katanya.

Agung juga menekankan dari sisi pengguna, masyarakat tidak membedakan apakah akses internet yang mereka gunakan berasal dari jaringan seluler, serat optik ke rumah (fiber to the home / FTTH), maupun BWA.

Selain itu, menurutnya, penggelaran layanan berbasis pita frekuensi 1,4 GHz memerlukan infrastruktur serupa dengan layanan seluler, seperti menara (tower), tiang (pole), dan perangkat lainnya.

Dia menilai, ketika pemerintah menetapkan layanan BWA bertujuan untuk pemerataan akses internet, maka sejak awal hal itu perlu disampaikan secara eksplisit menggunakan data berbasis sistem informasi geografis (geographic information system/GIS), agar pemerintah dan masyarakat dapat memantau apakah pemenang lelang memenuhi komitmen pembangunan.

“Ini tantangan bagi tiga pihak sekaligus—pemerintah, operator, dan masyarakat [pelanggan],” katanya.

Sementara itu, dari sisi struktur penggelaran jaringan, Agung menilai hal tersebut dapat disinergikan dengan industri seluler.

“Semisal tower sharing,” katanya.

Simak berita lainnya seputar topik artikel ini di sini:

Bagikan

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terkini

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Terpopuler

Topik-Topik Pilihan

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami