Ekspansi Temu: Belajar dari TikTok, Pemerintah Bakal Tegas Blokir?

Leo Dwi Jatmiko,Rahmad Fauzan
Rabu, 9 Oktober 2024 | 07:00 WIB
Warga mengakses platform e-commerce, Temu melalui ponselnya di Jakarta, Selasa (8/10/2024). Kementerian Perdagangan (Kemendag) memastikan bahwa e-commerce Temu belum mengantongi izin operasi di Indonesia. - JIBI/Bisnis/Eusebio Chrysnamurti.
Warga mengakses platform e-commerce, Temu melalui ponselnya di Jakarta, Selasa (8/10/2024). Kementerian Perdagangan (Kemendag) memastikan bahwa e-commerce Temu belum mengantongi izin operasi di Indonesia. - JIBI/Bisnis/Eusebio Chrysnamurti.
Bagikan

Bisnis.com, JAKARTA - Pemerintah menegaskan akan memblokir platform e-commerce Temu guna melindungi UMKM di dalam negeri. Namun, berkaca pada kasus TikTok Shop - yang juga dianggap merugikan UMKM menurut Kemenkop UMKM - perizinan pada akhirnya tetap diberikan. 

Momentum Works menyampaikan dalam laporan terbarunya bahwa Temu telah mendarat di Vietnam, dan 81 negara lainnya. 

Temu, tulis laporan tersebut, sedang mengintai potensi cuan RI sebagai negara dengan populasi terpadat di Asia Tenggara serta menguasai hampir seluruh pasar e-commerce di kawasan. 

Peluang aplikasi dagang-el buatan China itu beroperasi resmi di Tanah Air dianggap cukup besar. Berdasarkan isi laporan Momentum Works, hipotesis tersebut di atas cukup kuat jika belajar dari polemik TikTok Shop tahun lalu.

Sebagai konteks, pemerintah Indonesia mengeluarkan pernyataan tentang prohibisi terhadap Temu di Tanah Air sebagai upaya melindungi pelaku usaha mikro, kecil, dan menengah (UMKM) pada pekan lalu.

Hanya saja, larangan ini bukanlah hal yang saklek jika bercermin dari kontroversi pembatasan TikTok yang pada akhirnya dapat beroperasi setelah mengakuisisi pemain lokal Tokopedia hanya dalam kurun 2 bulan.

“Terkait dengan Indonesia yang kembali melarang Temu, kita tidak boleh lupa bahwa setahun yang lalu, negara itu juga melarang TikTok Shop. Kita semua tahu apa yang terjadi selanjutnya,” tulis Sabrina, dikutip (9/10/2024). 

Riset tersebut juga mempertimbangkan dinamika politik sebagai faktor penentu masuk atau tidaknya Temu ke dalam blantika pasar e-commerce di Indonesia.

“Kabinet Indonesia yang baru di bawah Presiden terpilih Prabowo Subianto akan dilantik pada akhir bulan ini. Kami mungkin akan mendapatkan kejelasan lebih lanjut mengenai potensi arah kebijakan pada saat itu,” ujarnya.

Temu bisa dibilang agresif dalam melakukan ekspansi bisnis. Baru-baru ini, e-commerce asal China itu melancarkan operasi di Vietnam dan Brunei, sehingga menggenapkan jumlah pasarnya di Asia Tenggara menjadi 5 negara.

Selain Vietnam dan Brunei, aplikasi tersebut sudah terlebih dahulu hadir di Filipina, Malaysia, dan Thailand dalam rentang kurang dari 2 tahun. Total, Temu sudah beroperasi di 82 negara sampai dengan 7 Oktober 2024.

Era Bakar Duit Kembali

Di sisi lain, kehadiran aplikasi Temu dinilai akan membawa Shopee dan Tokopedia (TikTok Shop) ke era bakar uang. Temu berpotensi menggelontorkan barang-barang dengan harga sangat terjangkau untuk mengambil pasar Indonesia yang sensitif harga. 

Temu merupakan aplikasi e-commerce yang menawarkan barang-barang dagangan dengan potongan dan harga besar.

Aplikasi ini memang sekilas mirip dengan Shopee, maupun TikTok Shop. Namun yang berbeda, Temu secara langsung terhubung dengan 80 pabrik di China yang bisa menyalurkan langsung produknya ke konsumen di seluruh dunia.

Direktur Ekonomi Digital Celios Nailul Huda mengatakan pasar e-commerce Indonesia yang sangat ketat menyebabkan strategi bakar uang masih menjadi dominan. Masyarakat Indonesia masih price oriented consumer. Harga menjadi faktor penting untuk mengambil pasar Indonesia. 

Temu, menurutnya, akan menerapkan strategi yang sama seperti di Amerika Serikat saat mereka masuk ke Indonesia. Temu akan menjadi pesaing kuat bagi Tokopedia, TikTok dan Shopee seperti Temu bersaing dengan Amazon di AS. 

“Jadi memang pendanaan akan sangat menjadi kekuatan utama mereka bersaing. Maka Shopee dan Tokopedia-TikTok masih akan cukup mendominasi jika Temu tidak mengeluarkan pendanaan besar untuk bikin promo dan sebagainya. Kecuali Temu juga langsung tune-in dengan dana yang besar,” kata Huda kepada Bisnis, Selasa (8/10/2024). 

Diketahui, laporan Momentum Works menyebutkan pada 2023, Shopee menguasai pasar RI dengan total kontribusi Gross Merchandise Value (GMV) US$21,52 miliar atau 40% dari total GMV Indonesia. Sementara itu GMV Tokopedia 30%, TikTok Shop 9% dan Bukalapak 11%. Dengan hadirnya Temu, maka kontribusi GMV berpeluang berubah.

Huda menuturkan e-commerce di Indonesia memiliki prospek yang masih cukup positif meskipun tidak sebesar perkiraan awal. Bank Indonesia sempat mencatat target transaksi ecommerce tidak tercapai dan lebih lambat dari tahun lalu. 

“Namun di satu sisi, pangsa pasar kita diincar oleh salah satu ecommerce China yang lagi hype, Temu. Mereka tidak mungkin kalau tidak melihat prospek pangsa pasar kita sebelum mereka berniat masuk ke Indonesia,” kata Huda. 

Sementara itu, Ketua Umum Idiec Tesar M. Sandikapura menilai kehadiran Temu belum tentu membuat UMKM menderita. Temu berpeluang menggandeng pemain lokal sehingga UMKM tidak terlalu dirugikan. 

Di sisi lain, dia mempertanyakan barang-barang yang dijual di e-commerce eksisting seperti Lazada, TikTok, dan Shopee. Menurutnya masih ada barang yang dijual di platform tersebut, yang berasal dari luar negeri 

“Mengenai dampak ke persaingan bisnis, tidak terlalu signifikan selama Temu menjual barang dengan harga murah,” kata Tesar. 

Simak berita lainnya seputar topik artikel ini di sini:

Bagikan

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terkini

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Terpopuler

Topik-Topik Pilihan

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper