Bisnis.com, JAKARTA - Masyarakat Telematika Indonesia (Mastel) menilai Indonesia wajib memulai riset teknologi 6G kendati saat ini masih berupaya beradaptasi dengan jaringan 5G.
Ketua Bidang Infrastruktur Telematika Nasional (Mastel) Sigit Puspito Wigati Jarot mengatakan bila pemerintah tidak menggalakkan kegiatan penelitian dan pengembangan (research and development/R&D) terkait dengan jaringan 6G, Indonesia hanya akan menjadi pasar, bukan pemain.
"Kalau Indonesia tidak menggalakkan R&D, ya akan seperti yang sudah-sudah di 3G, 4G, dan mungkin 5G. Indonesia menjadi pasar yang besar, kemudian mendapat manfaat ekonomi juga, meskipun tidak seoptimal inovasi sejak awal," ujarnya, Kamis (17/2/2022).
Sigit menyebut, negara-negara yang memiliki kemampuan R&D kini berusaha mengambil keuntungan lebih maksimal dari perkembangan teknologi telekomunikasi tersebut.
Bahkan dia mencontohkan, Korea Selatan sudah menargetkan uji coba pertama 6G pada 2026 dan mengalokasikan sekitar US$169 juta untuk pengembangan 6G selama lima tahun.
Bukan itu saja, baru-baru ini China juga mulai menguji coba jaringan 6G ketika negara lain, termasuk Indonesia baru memulai adopsi jaringan 5G.
"Bila memperhatikan pola 10 tahunan untuk setiap peralihan generasi, maka diperkirakan secara resminya 6G akan hadir di pasaran sekitar 2030. Namun bagi Indonesia, meskipun penggelaran 5G baru dimulai oleh para operator jaringan, alangkah baiknya jika kegiatan R&D untuk 6G sudah mulai digalakkan di berbagai lembagai riset," ucap Sigit.
Lebih lanjut dia berharap, dengan munculnya berbagai inovasi dari Indonesia, diharapkan ke depan kontribusi Indonesia bukan hanya sebagai pasar, tetapi juga sebagai penyedia solusi bahkan sebagai industri.
Hal senada juga disampaikan Direktur Eksekutif ICT Institute Heru Sutadi. Menurutnya, meskipun paling cepat 6G akan diadopsi pada 2030 atau 2031, diharapkan Indonesia bukan hanya sekadar pasar saja, tapi harus ikut menjadi bagian dari produk dan ekosistem 6G dunia.