Ini yang Harus Dikerjakan agar Startup Lokal lebih Bervariasi

Akbar Evandio
Selasa, 10 Agustus 2021 | 21:07 WIB
Ilustrasi startup./olpreneur.com
Ilustrasi startup./olpreneur.com
Bagikan

Bisnis.com, JAKARTA – Masih tumpulnya payung hukum ekosistem digital diyakini menjadi alasan minimnya variasi lintas sektor perusahaan rintisan (startup) di Indonesia.

Sekadar informasi, sebanyak delapan perusahaan rintisan dari Indonesia masuk ke dalam daftar Forbes Asia 100 to Watch, lantaran dinilai memberikan manfaat sepanjang pandemi Covid-19 di kawasan Asia-Pasifik.

Namun, daftar paling banyak justru dicatatkan oleh perusahaan rintisan dari India dan Singapura yang masing-masing menyumbang 22 dan 19 perusahaan. Kemudian ada juga Hong Kong yang menyumbang 10 perusahaan.

Padahal, Menurut catatan Startup Ranking, jumlah startup di Indonesia mencapai 2.219 perusahaan pada 2021, dan menduduki peringkat kelima dengan jumlah perusahaan rintisan terbanyak setelah Amerika Serikat, India, Inggris, dan Kanada.

Dari delapan perusahaan rintisan Indonesia yang masuk ke dalam Forbes Asia 100 to Watch, sektor dagang elektronik dan ritel memberikan sumbangsih terbesar dengan empat perusahaan rintisan yang tercatat, yaitu Dekoruma, Evermos, Otoklix, Populix. Kemudian, sektor makanan dan perhotelan menyumbang 2 perusahaan, yakni Bobobox dan Beau Bakery.

Selain itu, sektor lainnya hanya menyumbang satu perusahaan yaitu basis teknologi, PrivyID dan bidang pendidikan, dan Sampingan di bidang rekrutmen.

Menanggapi hal tersebut, Kepala Center of Innovation and Digital Economy Institute for Development of Economics and Finance (INDEF) Nailul Huda menyebut variasi bidang perusahaan rintisan di Indonesia memang masih tergolong sedikit.

Salah satu faktornya adalah peraturan ekonomi digital di Indonesia yang diduga belum lengkap, sehingga menyebabkan pemain tidak berani untuk keluar dari zona nyaman, karena tidak punya payung hukum kuat.

“Yang pertama harus dilakukan adalah membuat payung hukum kuat, seperti UU Perlindungan Data Pribadi dan peraturan perundangan ekonomi digital,” katanya, Selasa (10/8/2021).

Huda meyakini, terdapat empat pekerjaan rumah agar Indonesia mampu menghadirkan ragam bidang rintisan baru, salah satunya terdapat payung hukum yang melindungi ruang berekspresi masyarakat untuk membangun usaha yang berbeda.

Selain itu, peningkatan talenta digital atau sumber daya manusia (SDM). Sebab, dengan bervariasinya bidang yang digeluti perusahaan rintisan, maka dibutuhkan ilmu yang sesuai untuk mengembangkan bisnis tersebut.

Tidak hanya sampai di sana, Huda juga meminta pemerintah untuk tidak lagi mengejar pertumbuhan perusahaan rintisan dari sisi jumlah, dan berfokus ke kualitas serta meminimalisir kesenjangan digital di tengah masyarakat.

Menurutnya, wajar apabila hanya tercatat delapan perusahaan rintisan yang dianggap membawa perubahan. Sebab, selama ini pola pikir yang terbangun adalah memenuhi kebutuhan konsumen dengan bersaing di ring yang sama.

Sementara itu, bisa dikatakan sedikit pemain yang berfokus untuk menyelesaikan permasalahan masyarakat dan meningkatkan kualitas perusahaannya. Apabila, hal tersebut dilakukan diyakini jumlah yang tercatat di daftar tersebut akan lebih banyak.

“Salah satunya, program pemerintah 1.000 startup per tahun, tetapi bisa dihitung jumlah yang bertahan dan berkembang. Banyak dari mereka [startup] yang akhirnya gagal bertahan, apalagi membawa perubahan,” katanya.

Simak berita lainnya seputar topik artikel ini di sini:

Penulis : Akbar Evandio
Editor : Lili Sunardi
Bagikan

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terkini

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Terpopuler

Topik-Topik Pilihan

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper