Untung-Rugi EXCL Soal Wacana Axiata Group Akuisisi Saham Link Net

Leo Dwi Jatmiko & Farid Firdaus
Kamis, 8 Juli 2021 | 19:43 WIB
Karyawan beraktivitas di kantor XL Axiata. Bisnis/Arief Hermawan P
Karyawan beraktivitas di kantor XL Axiata. Bisnis/Arief Hermawan P
Bagikan

Bisnis.com, JAKARTA - Kabar mengenai akuisisi sejumlah saham PT Link Net Tbk. (LINK) oleh Axiata Group Bhd menimbulkan beragam spekulasi. PT XL Axiata Tbk. (EXCL) - sebagai anak perusahaan dari Axiata - diyakini akan memiliki jangkauan layanan internet cepat dan pasar yang makin luas.

Ketua Pusat Studi Kebijakan Industri dan Regulasi Telekomunikasi Indonesia ITB Ian Yosef M. Edwar mengatakan LinkNet merupakan bagian dari grup Lippo, yang diperkirakan melayani sejumlah daerah yang dikuasai oleh Lippo.

Dengan mengakuisisi sebagian saham LinkNet, kata Ian, peluang XL untuk masuk ke daerah-daerah Link Net makin besar. Alhasil, dari sisi jangkauan, layanan XL. - baik internet bergerak (seluler) atau pun internet rumah (fixed broadband) akan makin luas.

“XL secara tidak langsung menjadi penguasa kawasan tersebut, jika akusisi ini terjadi,” kata Ian, Kamis (8/7/2021).

Sekadar informasi, pada kuartal I/2021 Link Net memiliki total homepass mencapai 2,7 juta, dengan 66 persen atau sebanyak 1,8 juta dari total homepass berada di Jabodetabek, Serang dan Cilegon.

Homepass Link Net merupakan nomor 2 yang terbanyak setelah IndiHome - yang mencapai 20 juta homepass. Homepass adalah jaringan serat optik yang telah melewati rumah-rumah. Jumlah rumah yang terlewati jaringan tersebut merupakan pasar potensial bagi perusahaan serat optik.

Sementara XL Axiata dalam jalur menggenjot pergelaran jaringan serat optik atau fiberisasi. XL menargetkan total titik yang akan terhubung serat optik pada 2021 mencapai 19.000 titik (site).

Serat optik yang digelar XL merupakan bagian dari upaya XL menuju 5G, sekaligus untuk mendorong penetrasi layanan internet rumah mereka, XL Home.

Ian mengatakan kolaborasi tersebut tak akan membuat XL rugi. Meskipun nantinya terdapat dua jalur serat optik yang bersinggungan, akan menjadi jaringan cadangan yang membuat jaringan keduanya menjadi makin andal.

“Tidak akan tumpang tindih. Menjadikan redundan/koeksitensi bagi keduanya sehingga nilai jaringannya menjadi lebih mahal karena makin andal,” kata Ian.

Sementara itu, Ketua Bidang Teletopic Masyarakat Telematika Indonesia Nonot Harsono mengatakan secara teori kerja sama operator seluler dengan operator serat optik merupakan hal yang postif.

Jaringan seluler pada dasarnya membutuhkan serat optik agar layanan internet yang diberikan kepada pelanggan menjadi ngebut.

Kerja sama juga akan membuat layanan yang prima tersebut menjadi merata di semua rute jalan, perumahan & perkantoran.

Berbeda dengan Ian, jika terealisasi, menurut Nonot, sinergi keduanya harus menghasilkan pergelaran jaringan serat optik yang saling melengkapi, bukan tumpang tindih (overlapping).

“Kelebihan [pergelaran jaringan] di satu wilayah dan kosong di wilayah yang lain, Jika seperti ini, maka tidak maksimal,” kata Nonot.

Nonot berharap XL dan Link Net mempunyai peta gelaran serat optik yang akurat, meliputi rute dan kapasitas. Dari dua peta itu beserta titik-titik percabangannya, kemudian diperkirakan seberapa besar manfaat akusisi ini.

“Dengan dua peta itu dapat lebih terbayang jaringan serat optik gabungan nanti akan meluas dan meningkat, atau lebih banyak yang overlapping,” kata Nonot.

Titik Jenuh

Sementara itu, Ketua Umum Indonesian Digital Empowering Community (IDIEC) M. Tesar Sandikapura melihat dari sisi pemegang saham Link Net. Menurutnya, para pemegang saham Link Net ingin melepas Link Net karena bisnis internet tetap tidak terlalu menguntungkan. Investasi yang digelontorkan besar, sedangkan pengembalian investasinya lama dan kecil karena pasarnya terlalu jenuh.

Saat ini terdapat 5 operator internet tetap besar. Kesenjangan antara operator puncak, dengan pemain-pemain di bawah terlalu jauh. Merujuk pada presentasi Link Net di laman resminya, Pada kuartal I/2021, dari sisi pelanggan, IndiHome diperkirakan memiliki 7,76 juta pelanggan, sedangkan Link Net melalui First Media hanya 859.000 pelangan. Link Net menempati urutan kedua.

Adapun Biznet diperkirakan sekitar 300.000 pelanggan, MNC Play sekitar 290.000 pelanggan dan My Republik sekitar 180.000 pelanggan. Masing-masing operator memperebutkan pelanggan dengan carannya masing-masing, termasuk strategi harga. Persaingan merkea akan makin ketat setelah PLN dan IndiHome menyatakan makin serius dalam menggarap pasar layanan internet tetap.

“Pemegang saham mungkin berharapnya untung triliunan rupiah, tetapi yang dibukukan perusahaan belum sesuai harapan. Dari sisi jumlah pelanggan gap nya juga jauh. Masih kecil,” kata Tesar.

Tesar mengatakan bagi sebuah perusahaan yang tergabung dalam grup besar - yang tidak hanya fokus pada sektor teknologi informasi dan komunikasi saja - jumlah keuntungan ratusan miliar rupiah masih kecil.

Dengan menjual sebagian besar saham, pemegang saham saat ini dapat meraup pendapatan hingga triliunan rupiah.

Di samping itu, kata Tesar, hadirnya 5G juga akan mengancam bisnis internet tetap. 5G mampu memberikan kecepatan internet melebihi kecepatan internet tetap milik Link Net. Pemegang saham, menurut Tesar, telah membaca risiko tekanan bisnis dari evolusi teknologi tersebut.

“Di tengah persaingan yang ketat, ada 5G. Itu [5G] hantaman juga bagi bisnis internet tetap. Apalagi 5G tidak butuh kabel ke rumah-rumah buat kasih akses,” kata Tesar.

Dia pun menduga aksi pelepasan sebagian besar saham Link Net untuk mengambil keuntungan saja. Sementara itu dari sisi XL, menurut Tesar, jika terealisasi tujuannya mirip aksi korporasi yang dilakukan Smartfren dan Moratelindo.

Akuisisi saham membuat Smartfren dapat melakukan pemasaran silang (cross selling) dengan Moratelindo. Smartfren masuk ke pasar Moratelindo dengan menawarkan produk seluler, begitupun sebaliknya.

“Jadi XL berhitung dengan membangun serat optik biaya sendiri biayanya seperti ini, jika mengakuisisi biayanya hanya sebesar ini, plus mendapat potensi tambahan pelanggan dan pasar dari Link Net,” kata Tesar.

Tesar mengatakan secara harga saham, rencana ini juga diyakini akan mendongkrak saham kedua perusahaan.

Dalam wawancara terpisah, Presiden Direktur dan CEO Link Net Marlo Budiman mengatakan, negosiasi First Media dan CVC Capital Partners bersama investor strategis sedang berlangsung dan dalam tahap advanced. Namun, dia belum dapat merinci siapa saja para calon pembeli yang berminat mencaplok Link Net, juga target jadwal transaksi.

“Seluruh saham [Link Net] milik CVC dan First Media akan dilepas. Total 66,03 persen,” kata dia kepada Bisnis.com, Rabu malam (7/7/2021).

Marlo menambahkan, kepemilikan saham Link Net oleh CVC melalui Asia Link Dewa Pte Ltd adalah 36,99 persen, sedangkan kepemilikan saham Link Net oleh First Media adalah sebanyak 29,04 persen. Perhitungan tersebut tidak termasuk saham treasury.

Sebelumnya laporan Bloomberg pada Senin (5/7/2021) menyebutkan, Axiata Group Bhd, induk usaha dari PT XL Axiata Tbk. (EXCL) dikabarkan sedang dalam diskusi lanjutan untuk mengakuisisi saham Link Net.

“Axiata sedang mempertimbangkan opsi pada struktur kesepakatan potensial termasuk membeli saham melalui unitnya yang tercatat di Bursa Efek Indonesia (BEI), XL Axiata,” kata sumber Bloomberg.

Sebagai informasi, CVC dan First Media sebelumnya sempat mempertimbangkan untuk mendivestasi saham mayoritas di Link Net pada awal 2015 dan telah menarik minat dari perusahaan seperti PT Media Nusantara Citra, XL Axiata dan PT Indosat Tbk, kata sumber yang mengetahui kabar tersebut saat itu.

Simak berita lainnya seputar topik artikel ini di sini:

Bagikan

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terkini

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Terpopuler

Topik-Topik Pilihan

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper