Bisnis.com, JAKARTA — Antler, generator perusahaan rintisan dan perusahaan pendanaan tahap awal asal Singapura, tengah menghimpun pendanaan senilai US$30 juta untuk investasinya di Asia Tenggara, khususnya Singapura dan Indonesia.
Co-Founder and Managing Partner Asia Antler Jussi Salovaara menyatakan, pihaknya berencana merilis program batch pertama pada awal 2020. Setiap tahunnya, Antler memiliki misi membantu mendirikan setidaknya 20 perusahaan rintisan di berbagai vertikal.
“Kami akan merilis batch pertama di Jakarta pada semester pertama 2020. Kami percaya dapat membantu para pengusaha di Indonesia,” ujarnya, Selasa (10/9/2019).
Meskipun mendirikan program pertamanya di Singapura, Jussi menyatakan Indonesia khususnya Jakarta memiliki tempat yang spesial bagi perusahaan.
Selain jumlah populasi yang besar mencapai 260 juta jiwa, dia menyatakan saat ini terdapat permintaan besar terhadap solusi teknologi bagi kehidupan masyarakat Indonesia, menjadikannya peluang yang besar bagi ekonomi digital.
Dia menambahkan, cara kerja perusahaan yang berdiri sejak 2017 ini berbeda dengan akselerator pada umumnya.
Bila akselerator umumnya mengakselerasi kinerja perusahaan rintisan yang telah berdiri, maka Antler memulainya dengan mencari individual yang memiliki ide dan akan menjadi pendiri perusahaan rintisan, serta membantu mereka mendirikan perusahaan dari awal.
Jussi menambahkan di Singapura, programnya telah berjalan sejak awal 2018. Selain mempertemukan para pendiri perusahaan, Antler juga memberikan hibah kepada para pendiri yang nilainya berkisar antara US$6.000 hingga US$8.000 per pendiri selama dua bulan.
Hibah itu digunakan untuk menutupi biaya hidup para pendiri setelah keluar dari tempatnya bekerja agar fokus mendirikan perusahaannya, juga membantu mereka menemukan tim yang tepat.
Setelah para pendiri membentuk tim awal, selanjutnya Antler juga akan berinvestasi tahap awal (pre-seed) dengan nilai sekitar US$100.000 kepada setiap perusahaan.
Menurutnya, pola hibah dan investasi yang sama akan diterapkan untuk programnya di Indonesia kelak. Meski demikian, dia menyatakan besaran dana hibah pendiri dan investasi tahap awal akan disesuaikan dengan kebutuhan setiap perusahaan dan gaya hidup di Jakarta.
“Saat ini kami masih mencari talenta terbaik untuk memimpin program kami di Jakarta. Sejauh ini kami masih akan memanfaatkan fund Asia Tenggara kami untuk investasi di Indonesia,” ungkapnya.
Antler telah membangun jaringan penasihat bisnis dan mentor dari pelaku usaha di berbagai bidang yang berkaitan dengan ekonomi digital.
Di Indonesia, perusahaan akan melibatkan CEO GDP Ventures Martin Hartono, Presiden Direktur PT Blue Bird Tbk Noni Purnomo, serta mantan Co-CEO Lazada Indonesia Florian Holm.
Selain di Singapura, Antler juga menjalankan program di berbagai belahan dunia seperti London, Amsterdam, Oslo, Stockholm, Sydney, Addis Ababa dan New York. Perusahaan juga mengalokasikan pendanaan khusus bagi setiap daerah tersebut.
Hingga saat ini, perusahaan telah memiliki lebih dari 80 perusahaan rintisan dalam portofolionya, dan empat di antaranya berasal dari Indonesia yaitu Sampingan, Robin, Base dan Bubays.
CEO Sampingan Wisnu Nugrahadi menyatakan, platformnya menghubungkan orang yang membutuhkan pekerjaan sampingan dengan perusahaan yang membutuhkan jasa pekerja lepas seperti pengumpulan data, akuisisi mitra, penjualan langsung melalui model pay per performance.
Pria yang sebelumnya bekerja sebagai Manajer Senior Operasional di Gojek ini menyatakan dirinya belum pernah memiliki pengalaman mendirikan perusahaan. Program generator Antler pun dinilai cukup membantunya mendirikan perusahaan tahap demi tahap.
“Kami ikut di program Antler batch pertama tahun lalu, dan kami telah mendapatkan funding seed round dari GDP Ventures sekitar sebulan-dua bulan setelah mengikuti program tersebut,” ujarnya.
Dia menambahkan, sejauh ini traffik pertumbuhan bisnisnya cukup baik. Timnya kini telah beranggotakan lebih dari 60 orang. Pihaknya juga telah menghubungkan 150.000 orang pengguna mendapatkan pekerjaan sampingan di 25 kota di Indonesia. Sejumlah perusahaan teknologi yang telah menggunakan jasanya seperti Gojek, Moka, dan Oyo Hotels.
Sebelumnya, analis Cento Ventures Marco Hadisurya menyatakan, ekosistem perusahaan rintisan di Indonesia terus menunjukkan tren pertumbuhan investasi. Selama paruh pertama tahun ini, sejumlah perusahaan rintisan seperti Warung Pintar dan Halodoc juga disebut telah mencapai valuasi US$100 juta.
Menurutnya, Indonesia juga mengalami peningkatan aktivitas tahap awal perusahaan rintisan selama semester pertama tahun ini, salah satunya didorong oleh meningkatnya aktivitas perusahaan modal ventura yang fokus pada tahap awal seperti Venturra Discovery dan East Ventures.
“Peningkatan aktivitas tahap awal itu juga salah satunya didorong oleh lahirnya inisiatif akselerator dan inkubator baru seperti SKALA dan Antler,” ujarnya, belum lama ini.
Lebih lanjut, data Cento Ventures menyebut total investasi tahap awal dengan nilai di bawah US$500 ribu mencapai US3,7juta dari 28 kesepakatan pada paruh pertama tahun ini. Jumlah tersebut telah mencapai 92% dari total investasi tahap awal sepanjang 2018 yang mencapai US$4 juta.
Adapun di Asia Tenggara, jumlah kesepakatan investasi perusahaan rintisan di Asia Tenggara mengalami peningkatan menjadi 332 investasi pada paruh pertama tahun ini, dari 117 kesepakatan pada semester pertama 2018. Meskipun, nilai investasi mengalami penurunan akibat minimnya mega-deals dari perusahaan teknologi bervaluasi tinggi.