Bisnis.com, PALEMBANG — Perang tarif perusahaan penyedia aplikasi transportasi daring atau ojek online semakin memanas. Penetapan tarif yang terlalu rendah dan gencarnya promo dinilai akan menciptakan persaingan bisnis yang tidak sehat.
Pengamat Ekonomi Universitas Indonesia Ari Kuncoro menerangkan, perang tarif dengan cara memberlakukan harga rendah kepada konsumen memang mengesankan positif secara jangka pendek lantaran akan menarik minat konsumen lebih luas.
Akan tetapi, perang tarif yang tidak terkontrol seperti saat ini berpotensi menciptakan satu pemain yang dominan sehingga akan menguasai pasar atau monopoli.
“Kalau sudah begitu maka sulit menciptakan kompetisi lagi. Sudah tidak sehat,” ujarnya, Rabu (27/2/2019).
Seperti diketahui, perang tarif antarperusahaan aplikasi ojek online (ojol) dimulai dari banjirnya penawaran promo yang gencar dilakukan perusahaan ojol asal Malaysia, Grab. Dengan skema penetapan tarif yang cenderung 'jual rugi' ini, diyakini menjadi strategi manajemen Grab demi memperluas pangsa pasar.
Ari mengatakan, perang tarif di bisnis ojol harus segera dihentikan. Selain akan menciptakan kompetisi bisnis yang tidak sehat, keberadaan perang tarif juga akan merugikan konsumen dan pengemudi.
"Kalau terlalu murah faktor keselamatan jadi terabaikan. Bisa jadi motor tidak diservis dan harus kerja siang malam untuk mengejar setoran sehingga membahayakan keselamatan pengemudi maupun konsumen.”
Seperti diketahui, saat ini manajemen Grab menerapkan tarif Rp1.200 per km atau lebih murah Rp400 dibandingkan dengan pesaingnya Gojek yang menetapkan tarif Rp1.600 per km. Tak hanya itu, manajemen Grab juga diketahui mengguyur banyak promo sebagai iming-iming dalam menarik konsumen.