Jumlah Kartu SIM Prabayar Terdaftar Menyusut 26 Juta Nomor

Duwi Setiya Ariyanti
Senin, 2 April 2018 | 10:36 WIB
Menteri Komunikasi dan Informatika Rudiantara memberikan paparan saat rapat dengar pendapat dengan Komisi I DPR RI, di kompleks Parlemen Senayan Jakarta, Senin (19/3/2018)./JIBI-Dwi Prasetya
Menteri Komunikasi dan Informatika Rudiantara memberikan paparan saat rapat dengar pendapat dengan Komisi I DPR RI, di kompleks Parlemen Senayan Jakarta, Senin (19/3/2018)./JIBI-Dwi Prasetya
Bagikan

Bisnis.com, JAKARTA — Pemerintah mulai melakukan rekonsiliasi data pelanggan seluler prabayar yang teregistrasi. Hasilnya, jumlah kartu SIM prabayar yang terdaftar menyusut 26 juta nomor.

Per 12 Maret, data nomor seluler prabayar yang berhasil melakukan registrasi tercatat sebanyak 311 juta nomor atau tepatnya 311.303.429 nomor di Direktorat Jenderal Kependudukan dan Pencatatan Sipil. Kendati demikian, setelah dilakukan pencocokkan data, jumlahnya tereduksi 26.340.492 menjadi 284.962.937 atau selisihnya sebesar 8,5%. 

Ketua Badan Regulasi Telekomunikasi Indonesia (BRTI) Ahmad M Ramli mengatakan hingga saat ini rekonsiliasi masih berjalan dengan melihat catatan nomor yang berhasil registrasi baik di Direktorat Jenderal Kependudukan dan Pencatatan Sipil dan operator. Proses ini, katanya, akan terus berjalan hingga masa akhir registrasi sehingga bisa diperoleh angka final untuk tahap validasi berikutnya. 

"Rekonsiliasi sebenarnya sudah dilakukan dan terus menerus untuk mengetahui perkembangan hits dan angka teregistrasi. Tetapi angka akhirnya akan dirilis setelah selesai masa registrasi ulang," ujarnya saat dihubungi Bisnis, Minggu (1/4/2018). 

Dihubungi terpisah, Ketua Asosiasi Penyelenggara Telekomunikasi Seluruh Indonesia (ATSI) Merza Fachys mengatakan selisih pada data sebelum dan sesudah rekonsiliasi menunjukkan error margin di sistem pencatatan. Merza menyebut rekonsiliasi pun bukan bertujuan untuk menjustifikasi data. 

"Rekonsiliasi itu bersifat teknis bukan untuk melakukan judgement valid atau tidak,"katanya. 

Dengan dua sistem berbeda, katanya, secara teknis memang memiliki peluang bahwa salah satunya melakukan kesalahan. Oleh karena itu, penyocokan data dilakukan untuk mengoreksi kesalahan pencatatan data. Seperti diketahui, pemerintah baru akan melakukan validasi data pelanggan yang masuk hingga masa registrasi berakhir. 

"Dalam teknik IT, dua sistem yang saling berinterkoneksi secara online selalu mengandung kesalahan data, yang dikenal dengan error rate,"kata Merza.

Simak berita lainnya seputar topik artikel ini di sini:

Bagikan

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terkini

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Terpopuler

Topik-Topik Pilihan

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper