Bisnis.com, JAKARTA — Penggunaan terlalu banyak vendor teknologi informasi menghambat antisipasi dan respons perusahaan terhadap ancaman siber.
Presiden Cisco Asia Tenggara Naveen Menon mengatakan sebanyak 55% perusahaan di Asia Tenggara menggunakan lebih dari lima vendor keamanan. Penggunaan banyak vendor akan menyulitkan deteksi dan penyelesaian masalah karena sulitnya menghubungkan kinerja masing-masing vendor. Meskipun, dia menyebut sebenarnya vendor di setiap aspek itu telah dipilih sebagai yang terbaik.
"Banyak perusahaan masih menggunakan lebih dari lima vendor untuk menangani masalah siber," kata Menon, Selasa (23/1/2018).
Padahal, perusahaan harus bisa mendeteksi dan menyelesaikan dengan cepat. Alasannya, semakin lama waktu yang dibutuhkan untuk mendeteksi masalah, semakin besar kerugian yang harus ditanggung.
Manager Communications, Media and Technology Practice AT Kearney Germaine Hoe mengatakan kerugian secara riil akibat masalah keamanan siber sulit bisa diketahui karena kerap kali perusahaan tidak melaporkan. Oleh karena itu, pihaknya pun hanya mendapatkan informasi dari laporan yang tercatat pada bursa.
Secara umum, dari hasil risetnya, kapitalisasi pasar perusahaan-perusahaan ternama se-Asia Tenggara bisa berkurang sebesar US$750 miliar karena masalah keamanan siber. Contohnya, Yahoo yang tergerus kapitalisasi pasarnya sebesar 35% akibat serangan siber.
"Kerugian pastinya sulit didapatkan karena banyak perusahaan enggan melaporkannya. Pastinya, kami mengestimasi risiko kapitalisasi pasar di Asia Tenggara turun US$750 miliar," kata Hoe.