Perusahaan Harus Melek Bahaya Ancaman Siber

Agne Yasa
Minggu, 14 Mei 2017 | 19:40 WIB
Ilustrasi/indiatoday
Ilustrasi/indiatoday
Bagikan

Bisnis.com, JAKARTA - Perusahaan dan setiap intansi harus lebih melek terkait bahaya ancaman siber. Menurut data IDC (International Data Corporation), sebagian besar perusahaan di Indonesia tidak mementingkan perbelanjaan keamanan teknologi informasi (IT security). 

Sudev Bangah, Country Manager IDC Indonesia, mengungkapkan sekarang IT security masih terlihat seperti perbelanjaan pribadi konsumen terhadap asuransi jiwa, padahal ini menjadi keniscayaan bagi perusahaan untuk bisa bersaing ke depannya.

"Ini merupakan hal yang back of mind tapi apabila perusahaan ingin berbelanja di IT security, konsentrasi perusahaan-perusahaan terganggu dengan mudah dan budget mereka dipindah ke proyek lain," ujar Bangah kepada Bisnis, Minggu (14/5/2017). 

Dia mengatakan ke depannya dari sekarang hingga 2020, saran IDC kepada perusahaan-perusahaan di Indonesia adalah untuk meningkatkan pemahaman ancaman keamanan  (awareness security threats) yang ada di sekelilingnya dan untuk mengimplementasikan proyek-proyek IT dengan lapisan keamanan (security layer) sebagai persyaratan menyeluruh.

"Ini merupakan keharusan untuk semua perusahaan pada saat ini," ujarnya.

Adapun tantangan terbesar menurutnya kebanyakan perusahaan di Indonesia masih memiliki pola perilaku tunggu dan lihat (wait & see). Di mana ini datang dari persepsi bahwa serangan siber ini tidak mungkin jadi pada perusahaannya.

"Tapi ini merupakan masalah fundamental pengadopsian IT di Indonesia. Kebanyakan proyek merupakan implemetasi yang adhoc tanpa roadmap yang jelas," jelasnya.

Dia menambahkan sebagian besar perusahaan tidak mengetahui berapa banyak data atau berapa banyak waktu yang yang dapat mereka hemat untuk keberlangsungan bisnisnya.

"Ini juga merupakan masalah yang besar karena rencana yang berkelanjutan tidak dipertimbangkan pada saat pelaksanaannya," ujarnya.

IDC memprediksi di Indonesia investasi ICT akan mencapai Rp394 triliun pada 2020, ini meliputi Rp106 triliun untuk devices, Rp29 triliun untuk IT services, Rp12 triliun untuk Software, Rp137 triliun untuk mobile data, dan Rp59 tirliun untuk mobile voice.

Terkait, serangan siber yang beberapa kali menghebohkan di Indonesia, dia mengatakan serangan siber tidak langsung terkait dengan investasi ICT di Indonesia.

"Tidak ada korelasi diantara peningkatan investasi ICT dan peningkatan serangan siber," ujarnya.

Menurutnya, Indonesia justru salah satu sarang (breeding ground) terkenal sedunia untuk hackers dan programmers.

"Belakangan ini fokus para penyerang siber adalah lebih ke arah social uprising yang menentang para pemerintah dan establishment sektor swasta yang dilihat menindas orang umum," jelasnya.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Simak berita lainnya seputar topik artikel ini di sini:

Penulis : Agne Yasa
Editor : Nancy Junita
Bagikan

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terkini

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Terpopuler

Topik-Topik Pilihan

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper