JAKARTA – Potensi belanja iklan digital terus berkembang seiring pertumbuhan penetrasi internet di Indonesia. Porsi digital diperkirakan mencapai 12% dari total belanja iklan tahun ini.
Ade Parulian, Director of Demand Facilitation Indonesia, SpotX, mengatakan alokasi anggaran belanja iklan digital di kalangan periklanan menunjukkan saluran digital semakin dilirik oleh pengiklan.
“Pada 3 tahun lalu, alokasi budget digital di kalangan advertising hanya 2%--5%, pada 2016 meningkat jadi 5%--7%. Pada 2017 ini, ada di area 10%--12% untuk digital, selebihnya di media konvensional,” ujar Ade di Jakarta, Kamis (4/5).
SpotX adalah perusahaan penyedia penyedia platform iklan video yang bermarkas di Amerika Serikat lewat akses desktop, mobile, hingga connected devices.
Pertumbuhan iklan digital yang tinggi menarik minat SpotX masuk ke Indonesia menawarkan berbagai fitur monetisasi dalam bentuk penayangan iklan, infrastruktur programatik, hingga outstream video ad.
Data eMarketer menunjukkan pertumbuhan pengeluaran iklan di Indonesia lewat media untuk digital pada 2016 mencapai 30%. Pertumbuhan diperkirakan mencapai 25% pada 2017 dan menyentuh 18% pada 2018.
Ade mengatakan infrastruktur programatik dan outstream video ad di Indonesia masih merupakan suatu hal yang baru karena pemasang iklan masih cenderung memilih metode tradisonal lewat media buying.
Infrastruktur programatik adalah teknologi yang memutar iklan video berdasarkan rekam jejak pengguna gawai di Internet. Ruang iklan tidak dibeli ‘di muka’, namun dibeli secara real-time ketika ada pembeli potensial yang mengakses situs tertentu.
Adapun, outstream video ad adalah iklan video yang otomatis terputar di ruang iklan di suatu situs.
“Harapannya sebanyak-banyaknya, SpotX berharap masuknya layanan ad serving dan programatik dapat meningkatkan belanja iklan video di dalam negeri, sesaat setelah proses adopsinya semakin meluas, apalagi penetrasi internet terus tumbuh, dengan populasi Indonesia yang 250 juta, potensi berkembangnya semakin besar untuk konsumsi konten digital ini,” kata Ade.
Vice President International and Current Interim MD, SpotX JAPAC, Alex Merwin, mengatakan, belanja iklan programatik per tahun secara global dapat mencapai US$90 pada 2014 dan diprediksi mencapai US$320 juta pada 2019.
“Biayanya besar untuk programatik, maka [perusahaan iklan] akan outsource ke pihak lain seperti SpotX agar efisien. SpotX sendiri menerapkan bagi hasil terhadap revenue yang didapatkan perusahaan,” ujarnya.
Merwin mengatakan industri iklan video di Indonesia sangat siap untuk mengalami ledakan pertumbuhan, namun hal tersebut terhambat oleh isu quality control dan kurangnya transparansi.
Menurutnya, layanan iklan modern dan infrastruktur programatik dipercaya dapat mengatasi isu yang dialami oleh para pemilik media, sambil memberikan para pengiklan sarana untuk menargetkan berbagai macam iklan di berbagai layar.
“Kami mengharapkan adanya peningkatan signifikan dalam anggaran belanja iklan TV di Indonesia untuk bertransisi ke online video setelah faktor-faktor ini diatasi,” kata Merwin.
Walaupun fakta menunjukkan bahwa Indonesia merupakan pasar mobile terbesar ke-4 di dunia dan telah lama dianggap sebagai negara mobile-first, para pemilik media di Indonesia dan penerbit online waspada dan ragu untuk memasuki pasar programatik di tahun 2016 lalu.
Satu dari banyaknya alasan pada permasalahan ini adalah kurangnya transparansi dalam hal kualitas produk yang dibeli. Perkembangan juga terhambat oleh kecurangan dalam bentuk penayangan iklan di situs yang bukan menjadi sasaran pengiklan. Sekitar 40%--50% iklan justru ditayangkan di website yang tidak jelas.
“Sebagian besar pemilik media tidak mendapat akses untuk memonitor iklan yang disediakan atau dalam situasi berbeda, sebagian platform tidak dapat mengukur keterlihatannya,” paparnya.
Dia menambahkan tantangan lain yang lebih mendasar, yang dimiliki para pemilik media di Indonesia adalah Indonesia memiliki kecepatan konektivitas paling rendah dibandingkan dengan negara Asia lainnya.
Namun, halangan ini juga akan segera teratasi dengan adanya program dari pemerintah untuk koneksi internet cepat, serta pengaruh para pemain telekomunikasi yang saat ini tengah masuk ke era jaringan LTE untuk mendapatkan mobile data speed yang lebih cepat.
“Hasilnya, kecepatan dari online video streaming akan meningkat, diikuti dengan pengeluaran dalam belanja iklan,” ujarnya.
Survei Asosiasi Penyelenggara Jasa Internet Indonesia (APJII) tahun 2016 mengungkapkan sebanyak 132,7 juta atau sekitar 51,8% penduduk Indonesia sudah terhubung dengan internet. Ini terus bertumbuh jika dibandingkan Survei APJII 2014 dimana dari 252,4 juta jumlah penduduk, jumlah pengguna internet ada di angka 88,1 juta atau penetrasi masih 34,1%.