Indonesia Butuh Aturan Soal Privasi Data

Agne Yasa
Rabu, 26 April 2017 | 21:15 WIB
Analisis berbasis big data kian popuer. /Bisnis
Analisis berbasis big data kian popuer. /Bisnis
Bagikan

Bisnis.com, JAKARTA -- Keamanan dan privasi juga menjadi permasalahan dan tantangan yang dihadapi di era digital. Dalam pertemuan G20 misalnya, di mana Indonesia menjadi salah satu pesertanya. Dalam pertemuan tersebut juga membahas peraturan setiap negara yang ada di G20 untuk membuat Undang-Undang proteksi data pribadi warganya dan setiap negara diberikan keleluasan membuat Undang-Undang sesuai keunikan negara itu. 

Prof. Joe Cannataci UN Special Rapporteur on the Right to Privacy dari PBB mengatakan Indonesia sebagai negara dengan ekonomi yang berkembang berpotensi menyusun kerangka hukum yang bisa mendorong perkembangan ekonomi digital.

“Indonesia memiliki peluang besar sebagai kekuatan ekonomi digital. Namun, Indonesia perlu mempelajari berbagai kesalahan dan contoh pertauran terkait privasi dan keamanan dari berbagai negara, untuk memformulasikan undang-undang yang dapat mendorong ekonomi digital di Indonesia,” ujar Cannataci di Jakarta dalam acara International Conference On the Digital Economy pada Rabu, (26/4)

Dia mengatakan pelaku usaha atau bisnis atau yang menanamkan modal di Indonesia akan memerlukan kerangka hukum yang jelas. Menurutnya, Indonesia perlu membuat lingkungan yang ramah usaha dan bisnis dengan memiliki kerangka hukum yang jelas. 

“Uni Eropa menghabiskan uang dan waktu selama 5 tahun untuk kerangka hukum privasi dan perlindungan dan data karena ingin lebih ramah pada dunia usaha dan melindungi warga negaranya,” ujarnya.

Cannataci memaparkan kini dunia memiliki teknologi yang berbeda dan sebagian besar dari internet. Reformasi peraturan di Eropa dilakukan untuk membuat hidup lebih mudah bagi dunia usaha, ibaratnya seperti one stop shop. Dia mengatakan dunia usaha mencari tempat dengan kepastian hukum dan tidak ingin berada di tempat dengan peraturan yang plin-plan. 

“Indonesia mempunyai peluang emas karena bisa belajar dari kesalahan orang lain dan jangan membuang waktu. Pesan saya, Kominfo memiliki peraturan dan tidak terlalu terlambat mewujudkannya, harus secepat mungkin menangani dan mengikutinya,” ujarnya.  

Dia menambahkan peraturan terkait privasi dan keamanan ini sebaikanya selain baik untuk warga juga baik untuk pemerintah dan usaha. Menurutnya, penting untuk memberikan standar yang baik dan menjadikan patokan, siapapun pemerintahnya. Tidak hanya untuk warga negara tetapi juga untuk melindungi usaha.

“Jangan ikuti contoh dari Australia maupun Jerman. Jangan contoh Inggris terkait UU privasi, ini contoh yang buruk. Hal yang baik dari sini, harus melihat mekanisme pengawasan secara keseluruhan,” ujarnya.

Dia menyarankan contoh terbaik adalah EU GDPR Plus, Council of Eorupe Revised Convention 108 PLUS, European Court of Human Right judgementdan European Court of Justice Judgement. Namun, peraturan proteksi data ini tidak cukup, menurutnya rezim yang ada perlu mengakomodasi perlindungan dan penggunaan personal data dan privasi.

“Jadi jika negara hukum pastikan menjalankan peraturan perundangan yang tepat. Indonesia sudah memastikan sebagai negara demokratis. Jika ada peraturan yang ingin diterapkan harus dipastikan sesuai. Tidak ada safegurad, tidak ada hukum, tidak ada surveilance. Itu urutannya,” katanya.

Menurutnya, ada lima prioritas terkait peraturan untuk privasi ini yaitu pemahaman yang lebih baik untuk privasi, keamanan dan surveillance, big data dan open data, data kesehatan, dan data personal yang dipegang perusahaan. 

“Orang memanfaatkan teknologi dengan cara yang baru dan hidup dalam zaman keemasan surveillance.  lihat data yang ditimbun industri dan pemerintah. Warga negara harus khawatir dari keduanya, baik industri mau pemerintah, era surveillance, membuat diri kita bisa diawasi,” ujarnya.

Cannataci memberikan contoh teknologi yang bertumbuh cepat, dimana perusahaan teknologi juga terus bertumbuh. Facebook misalnya, pengguna Facebook mencapai miliaran orang dan sangat berhasil bisnisnya dengan strategi pendapatan dan periklanan. Tidak hanya jumlah orang menggunakan Facebook tapi bagaimana mereka menggunakan Facebook. 

“Ada 90% orang menggunakan Facebook di telepon mereka. Snapchat juga dimanfaatkan 150 juta orang. Tidak hanya penggunaan sehari-hari, tetapi penonton Snapchat sekarang menyalip Facebook yang baru punya 8 miliar penonton. Penonton Snapchat mencapai 10 miliar,” katanya. 

Simak berita lainnya seputar topik artikel ini di sini:

Penulis : Agne Yasa
Bagikan

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terkini

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Terpopuler

Topik-Topik Pilihan

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper