Bisnis.com, JAKARTA - Pemerintah melalui Badan Regulasi Telekomunikasi Indonesia (BRTI) dan Kementerian Komunikasi dan Informatika menindak tegas penguat sinyal seluler (repeater) tanpa izin.
Mengacu UU Telekomunikasi, ujar Nonot Harsono anggota Badan Regulasi Telekomunikasi Indonesia (BRTI), penggunaan reperter harus seizin Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kemenkominfo). Jika pun dipakai, reperter tidak boleh dipakai sembarang pihak.
"Banyaknya repeater ilegal juga merugikan masyarakat karena kualitas layanan telekomunikasi menurun. Repeater itu bisa menurunkan kualitas layanan seluler," ujarnya, Senin (21/10).
Repeater, alat ini berbentuk sebuah decorder, memiliki pemancar dan dipasang diberbagai sudut ruang. Repearter bisa dengan mudah dibeli masyarakat melalui beberapa chanel importir elekronik.
Repeater yang digunakan masyarakat memancarkan sinyal mencakup 800, 900, dan 1800 MHz sehingga mengganggu kinerja BTS milik operator selular yang lokasinya berdekatan. Akibatnya, berdampak pada sinyal yang dipancarkan BTS ke ponsel pelanggan.
Kemenkominfo pernah menemukan 42 titik lokasi pelanggaran tersebar di Jakarta, Tangerang dan Bogor, Medan, Batam, Banten, Bandung, Yogyakarta, Surabaya dan Bali. Gangguan repearter ilegal merugikan operator seperti Telkomsel, XL, dan Indosat.
Apalagi, tambah Nonot, kalau repeater jumlahnya amat banyak dan tidak terkendali. Gangguan sinyal (interferensi) meningkat, berakibat kecepatan akses seluruh operator seluler menjadi turun drastis.
"Harusnya, hanya dipakai oleh operator seluler itu sendiri, itu pun wajib memakai frekuensi sendiri," ujar Nonot.
Kepala Humas Kemenkominfo Gatot S. Dewa Broto sebelumnya mengingatkan akan memberi sanksi jika ada pihak yang masih bandel. Sanksi bisa berupa teguran, denda, hingga pidana kurungan hingga 4 tahun.
"Sudah berlangsung operasi (penindakan repeater ilegal) ini," ungkap Gatot.
Selain itu, Gatot mengingatkan pemakai repeater juga masih terikat kewajiban ketika sudah memegang izin. Misalnya, saat dipasang dilarang melebihi power yang ditentukan karena dampak kegagalan komunikasi (drop call) akan jauh lebih besar.