Haryanto T. Budiman : Anti Totalitarian

Sitta Husein
Rabu, 22 Mei 2013 | 09:01 WIB
Bagikan

Haryanto T.Budiman tak pernah menyangka akan menjadi seorang bankir. Cita-citanya menjadi ilmuwan di industri penerbangan. Namun, garis nasib berkata lain. Kini, dia dipercaya menjadi CEO JP Morgan Indonesia. Lebih lengkap Bisnis Indonesia berbincang dengannya. Berikut kutipannya:

Bagaimana perjalanan hidup Anda sampai menjadi bankir?

Saya sebenarnya lahir dan besar di Jakarta 1968. Sekolah saya dari SD-SMA di Jakarta. Keluarga saya sangat sederhana. Saya tinggal di Cawang, Jakarta Timur.

Kalau sekolah saya biasa naik bus PPD 40 dari Cililitan-Lapangan Banteng-Pintu Air. Kebetulan waktu itu, saya sekolah di SMAK I BPK Penabur.

Ayah saya seseorang yang punya visi kuat sekali. Saat itu mengorbankan life saving-nya untuk membiayai sekolah. Padahal hanya punya simpanan US$30.000. Beliau tanya ke anaknya ‘apa berani sekolah ke luar negeri dari uang itu? Saya jawab berani saja, karena masih muda.

Kemudian uang dibagi US$15.000 ke saya dan adik. Kemudian saya cari sekolah sendiri. Saya pilih sekolah yang tak terlalu mahal. Saya memilih sekolah di Texas, Amerika. Texas negara bagian yang kaya minyak, jadi biaya nggak terlalu mahal setahun US$13.000.

Sebelum itu saya ambil ujian di Jakarta International School. Saya ambil kalkulus, fisika, dan kimia. Nilai bagus jadi langsung loncat tingkat II. Pada 1987 saya terbang ke AS. Itu pertama kali saya terbang naik pesawat.

Bagaimana bertahan hidup dengan uang pas-pasan?

Saya bukan anak orang kaya. Di sana dapat beasiswa kerja sama. Saya juga bantu profesor ujian dan lainnya. Akhirnya saya lulus 3 tahun.

Setelah lulus S1 saya dapat beasiswa lagi malah lebih lengkap, dari organisasi NSF [Nation Science Foundation] saya ambil di Virginia Polytechnic Institute & State University. Di situ ambil master sambil research 1,5 tahun.

Kemudian, sama pembimbing saya John Morton ditanya memiliki cita-cita apa? Saya ingin jawab ingin menjadi profesor. Saya disarankan ambil doktor, tetapi ambil kampus yang lebih bagus. Kemudian saya dikenalkan salah satu profesor di MIT. Namanya Profesor Paul A. Lagace.

Saya diterima di MIT dengan beasiswa penuh. Saya dibiayai juga oleh pemerintah AS melalui NASA untuk ambil doctor. Background saya aeronautika jadi saya di NASA Lagley Research Center. Benar-benar mempelajari rocket scientist.

Nah, disitu saya menemukan rumus yang dipakai sampai sekarang. Dapat dilihat dalam disertasi saya tentang Damage Tolerance and Arrest in Pressurized Composite Clinders. Rumus itu tentang bagaimana men-design pesawat terbang terkait dengan fracture dan pressurized. Rumus saya salah satunya di dunia untuk mengukur daya retak di tabung pesawat.

Bagaimana dengan gelar professor Anda?

Waktu di MIT saya hampir jadi profesor. Waktu jabatan asisten professor saya ranking dua dari 150 orang. Yang rangking satu itu Carlos Cesnik dia dari Georgia Institute of Technology, pakar Fibration di Helicopter.

Saya ingat sampai sekarang namanya, karena yang membuat saya batal jadi profesor. Padahal nilai saya A semua di MIT. Gara-gara nggak diterima di MIT saya tanya ke pembimbing.

Dia tanya tujuan hidup kamu apa? Kalau menjadi engineer di AS akan menjadi terus di situ. Kalau ingin berkarier harus ambil MBA agar masuk di manajemen. Akhirnya saya ambil McKinsey untuk pengalaman, manajemen.

Padahal, saya dapat tawaran di Intel, Texas Instrument, dan guru besar di Pennsylvania State of University.

Bagaimana dari konsultan masuk ke perbankan?

Di McKinsey saya 10 tahun. Tugas saya dari development, reorganisasi, improvement, proses pembangunan pabrik saya termasuk tim dilibatkan. Semua sektor saya termasuk perbankan dan financial institution.

Pada 2005 saya ada project di Bank Mandiri waktu Pak Agus [Agus D.W. Martowardojo] baru menjadi Dirut. Disitu menjadi konsultan strategi Bank Mandiri. Akhirnya diajak Pak Agus gabung di Bank Mandiri pada 2006. Padahal, saya tidak bermimpi ke bank apalagi BUMN.

Kenapa pindah dari Mandiri ke JP Morgan? Apa karena Agus Martowardojo menjadi Menkeu?

Bukan. Sebenarnya nggak tertarik untuk pindah dari Mandiri. Kontrak saya sebenarnya habis 2013. Saya diajak teman, diminta interview dan hasil sangat bagus akhirnya ditawari ke sini. Pak Agus saya minta advice juga. Beliau mendukung.

Apa yang Anda rasakan setelah memimpin JP Morgan?

Saya disini menggantikan posisi Pak Gita Wirjawan [Menteri Perdagangan] yang sempat diganti Rizal Prasetyo, tetapi dia lebih ke riset analis sekuritas bukan di bank.

Masuk ke sini lumayan menarik karena pada saat berasamaan akan mengembangkan corporate banking. Dulu di sini hanya mengurusi wholesale banking. Kami nggak ada ritel, consumer dan finance. Cabang pun hanya satu.

Nah sekarang ini untuk korporasi kami fokus di multinasional company karena ada macam perusahaan hub di New York, Paris dll. Mereka buka di Indonesia, kami layani di sini.

Kelompok kedua kami melayani BUMN besar. Contohnya kami masuk Garuda, Pertamina, dan lainnya. Kami menyediakan standby LC impor minyak. Selain itu, kami juga masuk perusahaan besar di Indonesia. Jadi perusahaan besar saja.

Tantangan apa yang Anda alami?

Tantangan di Indonesia itu percaya atau tidak mengenai legal system kurang mendukung. Jadi kami tak sembarangan pinjamkan ke semua perusahaan. Harus terpilih. Maka selected klien. Saya pimpinan disini harus kenal owner. Bukan hanya management.

Kinerja apa yang Anda capai?

Pada 2012 kami sudah cukup positif. Loan tinggi sekali, tumbuh sampai 62%. Pada 2011 sebesar Rp1,8 triliun pada 2012 pinjaman menjadi Rp2,9 triliun. Memang kredit nggak besar. Aset kami pada 2011 Rp8,2 triliun pada 2012 menjadi Rp10,8 triliun. Ada pertumbuhan lumayan baik.

NPL [non peforming loan] kami nol persen sekarang. Terjaga karena nasabah selektif, karena nggak sembarangan memberikan kredit.

Kami saat ini banyak surat berharga, karena kami primary dealer surat berharga. Portofolio SUN kami besar sekali. Jadi, memang kami agak unik. Dulu sebelum corporate banyak SUN. Sekarang mulai tumbuh di corporate banking. Lebih balance. Ini akan tinggi lagi.

Target pertumbuhan tahun ini?

Kami target naik pesat, tetapi nggak lebih dari 60%. Itu sudah jauh dari market. Demand kuat dari multinasional. Kami lihat hub secara total, baik dari trade finance, cash management, forex, hedging, dll.

Situasi tersulit apakah yang pernah dihadapi perusahaan?

Itu tadi, saya masuk dalam kondisi portofolio aset kebanyakan SUN. Pinjaman itu belum kuat. Pada saat bersamaan produk transaction banking kami kecil dibandingkan competitor bank asing, karena memang sebelum itu fokus di trading.

Pada saat bersamaan karena ada masalah legal sytem kendala signifikan. Pihak internal JP Morgan juga takut. Kalau nasabah kena kredit bermasalah gimana eksekusi jaminan. Pelan-pelan kami atasi, untuk kompetisi kami rekrut di bidang itu [kredit]. Kami perkuat tim saya. Kami hire beberapa orang.

Pernahkah Anda mengambil keputusan keliru?

Prinsip saya kalau keputusan harus diambil. Saya bukan tipe orang yang nggak berani ambil keputusan. Setelah assessment, saya ambil keputusan. Bisa saja ada keputusan kurang tepat. Lebih sering terkait dengan manusia, seperti dalam merekrut keputusan keliru.

Kalau kurang sesuai dan akhirnya diperbaiki. Yang penting bagi saya jaga integritas. Belajar dan lakukan terbaik bagi perusahaan.

Prinsip kepemimpinan semacam apa yang Anda jalankan?

Kalau ingin berhasil dalam hidup ada beberapa faktor. Seperti IQ penting, musti pinter. Namun, itu tidak menjamin berhasil dalam hidup.

Selain IQ harus kuat di EQ [Emotial Quotiens]. Memang semua pernah gagal tetapi gimana bangkit dari kegagalan. Selanjutnya bagaimana memiliki present dan communication skill. Orang misal pintar IQ bagus, tangguh dan tak ada wibawa susah juga.

Kemudian perlu ada mentor. Saya beruntung memiliki banyak mentor termasuk orang tua yang telah mening gal dua-duanya. Mereka memperhatikan dari kecil. Kemudian waktu di Mandiri ada Pak Agus sebagai mentor saya.

Kerja sama beliau nggak mudah. Beliau sangat demanding. Beliau sosok yang memberikan pengajaran kepada saya. Misal memecahkan masalah. Dia pintar sekali. Selain itu, orang perlu ada open mindedness. Contohnya saya jadi konsultan tetapi ada peluang ya dicoba.

Keputusan apa yang paling monumental bagi perusahaan?

Saya rasa adalah manusia. Saya mendapatkan tim kuat, karena dalam tahap bussines bulding. Kalau nggak kuat menjadi problem. Setelah selesai saya memastikan ada orang yang bisa menggantikan posisi masing-masing. Saya nggak mau ada yang keluar menjadi berantakan, karena susah mencari orang.

Apabila ada karyawan yang menentang kebijakan perusahaan bagaimana Anda memperlakukannya?

Saya ada style berbeda dengan pimpinan berikutnya. Saya pastikan visi seperti apa. Mereka sejalan dengan visi apa tidak. Ada komunikasi atau dialog yang benar bagi kita semua. Kalau masih mau bergabung dan sejalan dengan visi ya kita jalan bersama.

Saya tipe orang yang mau mendengarkan. Saya lemparkan usulan agar mereka mengkritisi atau cenderung tidak menyetujui.

Saya tidak suka kalau bos bilang A ikut A. Harus beda kalau dirasa tidak sesuai. Bisa saja saya salah. Tidak harus kata saya. Saya ingin hasil terbaik.

CEO totalitarian nggak mungkin maksimal. Semua setuju harus satu frekuensi. Saya nggak suka kalau orang ada orang bilang setuju tetapi tidak menjalankan tugasnya.

Apakah Anda menyiapkan kader atau CEO pengganti Anda nanti?

Masing-masing pemimpin harus ada succession planning. Saya juga ada suksesi, saya ajak bersama karyawan untuk berinteraksi dengan saya dan stakeholder tertentu. Karena kaderisasi tak bisa di class room. Ini hanya bisa didapatkan melalui program magang.

Bagaimana cara Anda menggerakkan orang-orang atau memotivasi karyawan untuk mencapai tujuan atau target perusahaan?

Kita harus yakinkan mereka. Kadang mereka nggak melakukan karena nggak yakin. Kedua, role model. Saya sendiri percaya arah yang benar. Kalau nggak yakin gimana bisa.

Siapa kunci sukses dibalik karier Anda?

Orang tua saya. Kemudian para mentor saya.

Bagaimana Anda membagi waktu dengan keluarga?

Setiap weekend pasti spend time lebih banyak dengan keluarga. Saya usahakan dua kali seminggu, hari Senin sampai Jumat, makan malam bersama keluarga di rumah. Selain itu, saya usahakan untuk cuti bareng dengan keluarga dua kali setahun.

Anakku kan sudah hampir usia 12 tahun dan kembar jadi perlu di bombing oleh bapaknya juga.

Apa hobi Anda?

Gym, travel, baca buku, dan saya suka tempat menarik. Sama seperti istri saya. Tahun lalu saya sempat ke Alaska.

Simak berita lainnya seputar topik artikel ini di sini:

Penulis : Sitta Husein
Editor : Others
Sumber : Hendri T. Asworo
Bagikan

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terkini

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Terpopuler

Topik-Topik Pilihan

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper