SEDOT PULSA: Yusril nilai kasus seharusnya dibawa ke perdata dengan sanksi administratif

Lingga Sukatma Wiangga
Rabu, 6 Juni 2012 | 15:38 WIB
Bagikan
JAKARTA: Praktisi hukum menegaskan kasus sedot pulsa seharusnya masuk dalam perkara perdata, disertai dengan ganti rugi kepada pelanggan dan sanksi administratif lainnya.
Pakar hukum tata negara Yusril Ihza Mahendra mengungkapkan kasus sedot pulsa harus dilihat dari asal muasalnya.
“Kalau jelas pada awalnya adalah perkara perdata ya mestinya penyelesaian kasusnya dilakukan secara perdata. Adapun pidana harus merupakan upaya terakhir dari kepolisian atau penyidik,” tegasnya kepada wartawan hari ini.
Menurut dia, ganti rugi dan sanksi administratif sudah berjalan dan sudah dikenakan sehingga itu lah hakikat dari filosofi ultimum remedium.Kejaksaan Agung diketahui telah mengembalikan Berita Acara Perkara (BAP) kasus penyedotan pulsa yang melibatkan petinggi Telkomsel Krisnawan Pribadi, dan Direktur PT Colibri Nirmal Hiro Barmawi ke Mabes Polri karena dianggap belum lengkap. Kuasa hukum Telkomsel M. Assegaf mengungkapkan pengembalian berkas perkara tersebut membuktikan bahwa polisi kurang cukup membuktikan kasus sedot pulsa yang melibatkan operator tersebut. "Kasus penyedotan pulsa lebih tepat sebagai kasus perdata dan bagi operator cukup dikenakan sanksi administratif. Selama ini polisi menggunakan delik pidana dalam penanganan kasus sedot pulsa yang saya nilai kurang tepat," ujarnya. Menurut dia, dalam kasus penyedotan pulsa sangat sulit dibuktikan adanya pencurian atau penipuan. Bisnis juga mencatat polisi kesulitan menentukan tempat kejadian perkara dan bukti. Menurut jaksa peneliti kasus pencurian pulsa Tatang Sutarna mengungkapkan kejaksaan tidak tergesa-gesa dalam menetapkan kasus penyedotan pulsa tersebut sebagai kasus pidana atau P21."Hal ini harus dikonfirmasikan oleh para ahli, baik di bidang teknologi maupun hukum." Kejaksaan Agung sendiri sudah menerima berkas perkara dari kepolisian tapi dikembalikan dengan sembilan halaman petunjuk. Sebelumnya, dari diskusi panel mengenai kasus sedot pulsa dari tinjauan akademisi terungkap bahwa kasus sedot pulsa tidak tepat bila disebut tindak pidana perorangan mengingat pulsa bukanlah barang dan lebih tepat disebut disebut tindak pidana korporasi dan atau perdata. Hal tersebut, menurut praktisi hukum Sulaiman Sembiring, juga sudah diatur dalam UU No. 36 tentang Telekomunikasi tahun 1999, Permenkominfo No. 1 tahun 2010, dan UU Perlindungan Konsumen di mana sanksi yang bisa diterapkan adalah sanksi administratif berupa denda, penggantian pulsa konsumen, hingga penghentian operasional layanan. Para pembicara dalam diskusi panel tersebut juga menyimpulkan bahwa penyedotan pulsa harus dilihat sebagai ultimum remedium, yaitu apabila hukum lain bisa dijalankan, maka pidana harus dihindarkan, karena ada sanksi administratif dan sanksi perdata.(api)
 
 
 

Simak berita lainnya seputar topik artikel ini di sini:

Bagikan

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terkini

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Terpopuler

Topik-Topik Pilihan

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper