Operator Seluler Bayar Rp1.000 untuk Akses NIK, Dibebankan ke Pelanggan?

Rahmi Yati
Kamis, 21 April 2022 | 21:25 WIB
Petugas memperlihatkan KTP (Kartu Tanda Penduduk) Elektronik yang baru dicetak di Kantor Disdukcapil Kota Serang, Banten, Rabu (4/3/2020). ANTARA FOTO/Asep Fathulrahman
Petugas memperlihatkan KTP (Kartu Tanda Penduduk) Elektronik yang baru dicetak di Kantor Disdukcapil Kota Serang, Banten, Rabu (4/3/2020). ANTARA FOTO/Asep Fathulrahman
Bagikan

Bisnis.com, JAKARTA - Operator seluler bakal dikenakan biaya Rp1.000 atas akses Nomor Induk Kependudukan (NIK) yang ada di Direktorat Jenderal Kependudukan dan Catatan Sipil (Dukcapil) Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri).

Dirjen Dukcapil Kemendagri Zudan Arif Fakrulloh mengatakan selama ini biaya akses NIK di database kependudukan selalu digratiskan oleh pemerintah. Untuk itulah kini pemerintah akan menarik biaya sebesar Rp1.000 bagi pihak yang mengakses data NIK tersebut, termasuk penyelenggara telepon seluler.

Ketua Pusat Studi Kebijakan Industri dan Regulasi Telekomunikasi Indonesia ITB Ian Yosef M. Edward menilai bila kebijakan tersebut benar diterapkan, ujung-ujungnya yang akan merasakan dampaknya adalah masyarakat selaku pelanggan.

"Pemanfaatan NIK, setiap nomor kartu SIM card harus didaftarkan sesuai KTP ataupun NIK. Jadi besar sekali jumlahnya, tinggal menghitung jumlah SIM card aktif. Yang pasti tetap akan dibebankan ke masyarakat juga sebagai pengambil manfaat," kata Ian, Kamis (21/4/2022).

Menurutnya, bila biaya tersebut dibebankan ke operator, maka akan ada tambahan biaya yang besar mengingat pertumbuhan pengguna baru juga tinggi.

Senada dengan Ian, Direktur Eksekutif Indonesia ICT Institute Heru Sutadi menilai konsep pengenaan biaya tersebut tidaklah tepat. Sebab, data masyarakat adalah milik negara.

"Mohon dapat ditinjau kembali. Data rakyat itukan milik negara dan digunakan untuk konfirmasi apakah data yang ada di pusat sama dengan misalnya, dengan data yang dimasukkan dalam registrasi SIM card prabayar atau layanan lainnya. Harusnya gratis. Memang yang bayar korporasi, tetapi ujungnya ke masyarakat juga," ucap Heru.

Dia menyarankan, bila memang pemerintah ingin mendapatkan tambahan Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP) sebaiknya mencari alternatif lain. Apalagi, menurut Heru tidak semua layanan pemerintah harus berbayar karena sifatnya adalah layanan publik.

"Baiknya Kemendagri fokus mengamankan data pribadi masyarakat agar tidak bocor dan tercecer, serta memastikan data yang ada akurat sehingga nanti saat Pemilu tidak lagi ada perdebatan data ganda, yang meninggal masih tercatat sebagai pemilih, jutaan orang bertanggal lahir sama dan sebagainya," imbuh dia.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Simak berita lainnya seputar topik artikel ini di sini:

Penulis : Rahmi Yati
Bagikan

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terkini

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Terpopuler

Topik-Topik Pilihan

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper