Mampukah Bumi Menghadapi Terjangan Badai Matahari ? Ini Penjelasan Lapan

Mia Chitra Dinisari
Kamis, 7 Oktober 2021 | 14:44 WIB
 Gambar lubang korona 13 Maret 2019. /Instagram @lapan_ri
Gambar lubang korona 13 Maret 2019. /Instagram @lapan_ri
Bagikan

Bisnis.com, JAKARTA - Badai Matahari, khususnya CME, yang menghantam Bumi dapat memicu terjadinya badai geomagentik di Bumi.

Selain itu, arus induksi geomagnetik (GIC) juga dapat timbul akibat adanya terjangan partikel berenergi tinggi dari Matahari yang berasal dari CME atau angin Surya berkecepatan tinggi.

GIC ini dapat memiliki kuat arus rata-rata sebesar 10-15 A dan dapat mencapai 100 A dalam waktu beberapa menit. Arus listrik sebesar ini dapat mengalir melalui jaringan listrik tegangan tinggi dan merusak trafo yang beroperasi pada jaringan tersebut.

Menurut Lapan RI, kasus kerusakan trafo pernah terjadi pada tahun 1989 dan pernah terjadi juga beberapa tahun kemudian.  Namun, meskipun perkembangan teknologi pembuatan trafo listrik tegangan tinggi terus dilakukan, besarnya skala aktivitas Matahari tetap menyebabkan antisipasi dan mitigasi kemunculan GIC sulit mengimbangi besarnya dampak yang ditimbulkan.

Beberapa kajian yang dilakukan hingga satu dekade terakhir juga menunjukkan bahwa dampak GIC masih tetap menjadi momok bagi para operator jaringan listrik tegangan tinggi.

"Aktivitas matahari ekstrem juga dapat mengganggu komponen elektronika pada satelit dan menurunkan masa hidup satelit. Hingga saat ini, gangguan operasional satelit dan penurunan orbit satelit masih terjadi saat terjadi peningkatan aktivitas Matahari. Hal ini menunjukkan bahwa besarnya skala kekuatan aktivitas matahari masih terlalu sulit untuk dapat diimbangi dengan perkembangan teknologi saat ini," tulis Lapan dikutip dari website resminya.

Penelitian mengenai kaitan antara flare dan CME hingga saat ini masih menjadi tema yang hangat didiskusikan. Meskipun belum diketahui secara jelas kondisi spesifik flare seperti apa yang disertai dengan CME, terdapat beberapa karakteristik daerah aktif di Matahari yang diketahui berkaitan dengan kemampuannya menghasilkan flare dan CME secara bersamaan. Daerah aktif yang diketahui memiliki filamen besar di atasnya diperkirakan akan dapat melepaskan CME jika terjadi flare. Hal ini karena sebenarnya CME merupakan material plasma yang dlepaskan dari korona matahari.

Material plasma yang terangkat di korona pada dasarnya merupakan filamen atau prominensa. Sehingga, daerah aktif yang tampak memiliki filamen atau prominensa akan lebih berpeluang melepaskan CME. Tentu saja, semakin besar flare yang terjadi akan lebih memperbesar kemungkinan terjadinya CME.

Selain itu, daerah aktif di Matahari yang memiliki ukuran yang sangat besar dan medan magnet yang sangat kuat di sekeliling bagian intinya diketahui lebih sulit menghasilkan CME. Hal ini dikarenakan material filamen pada umumnya terkumpul di atas inti daerah aktif. Jika medan magnet di bagian luar ini cukup kuat dan melingkupi daerah yang cukup luas, medan magnet ini akan menjadi semacam tudung yang menahan material plasma terlontar dari Matahari jika terjadi flare di inti daerah aktif.

Apa yang terjadi jika Bumi tidak memiliki medan magnet. Jadi jika Bumi tidak memiliki medan magnet maka partikel bermuatan yang dilontarkan Matahari terus menerus akan dapat langsung mempengaruhi atmosfer dan system Bumi. Hal tersebut tentu berbahaya karena partikel bermuatan tersebut terutama yang benergi tinggi berpotensi merusak teknologi dan juga mempengaruhi kesehatan mahluk hidup di Bumi.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Simak berita lainnya seputar topik artikel ini di sini:

Bagikan

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terkini

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Terpopuler

Topik-Topik Pilihan

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper