Minim Suntikan Dana ke Startup Gim, Ini Alasan Pemodal

Akbar Evandio
Selasa, 4 Mei 2021 | 06:12 WIB
Game online/
Game online/
Bagikan

Bisnis.com, JAKARTA – Perusahaan rintisan yang berfokus ke pengembangan gim masih menghadapi tantangan besar di sisi pendanaan karena mayoritas pengembang lokal masih menggunakan dana pribadi.

Berdasarkan riset Peta Ekosistem Industri Game Indonesia 2020, 67,5 persen responden mengaku masih mengandalkan dana pribadi untuk kegiatan produksi dan operasional perusahaan mereka sendiri.

Sementara itu, responden lainnya mendapatkan dana dari angel investment (10,8 persen), venture capital investment (4,8 persen), inkubator dan akselerator (3,6 persen), crowdfunding (1,2 persen), dan sumber pendanaan lainnya (12 persen).

Adapun mayoritas investor yaitu sekitar 60 persen berasal dari dalam negeri, sedangkan dari luar negeri berkisar 30 persen dan investor gabungan dari keduanya sebesar 10 persen.

Sekretaris Jenderal Asosiasi Modal Ventura untuk Startup Indonesia (Amvesindo) Eddi Danusaputro mengatakan minimnya suntikan dana yang mengarah ke pengembang gim lantaran sektor tersebut di indonesia memang belum tumbuh sepesat sektor lain.

“Masih belum pesat pertumbuhannya, karena relatif sedikit startup gim lokal dibanding sektor lain, persaingan ketat lawan perusahaan gim regional, dan belum ada exit yang cukup besar atau banyak dari sektor ini,” ujarnya, Senin (3/5/2021).

Tidak hanya itu, menurutnya banyak pengembang gim yang pendirinya cenderung bertipe artistik, tetapi masih kurang menguasai unsur bisnis dan marketing. Padahal, sisi marketing menjadi acuan penting agar bisa bersaing dengan gim dari regional.

Namun, Eddi meyakini pada dasarnya pemerintah sudah membangun berbagai program yang bertujuan untuk mengembangkan industri gim di Indonesia seperti business matchmaking, showcase di acara internasional, coworking space atau penyusunan regulasi.

“Untuk antisipasi saat ini lebih perlu pembinaan [inkubasi] dan jajaki kolaborasi dengan pemain regional,” katanya.

Sebagai gambaran, masalah pendanaan ini juga menjadi momok bagi para pengembang gim lokal. Berdasarkan riset yang sama, sebanyak 66,7 persen responden mengaku pernah mengalami gagal produksi, sedangkan 33,3 persen tidak pernah mengalaminya.

Dari 66,7 persen tersebut, kekurangan dana menjadi alasan utama dari developer game yang pernah gagal produksi dengan persentase responden 35,3 persen, disusul dengan kegagalan teknis (27 persen), kekurangan SDM (29,4 persen), dan alasan lainnya (8,2 persen).

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Simak berita lainnya seputar topik artikel ini di sini:

Bagikan

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terkini

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Terpopuler

Topik-Topik Pilihan

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper