Sambut Ramadan dan Lebaran, Operator Perlu Perhatikan Jaringan Cadangan

Leo Dwi Jatmiko
Senin, 12 April 2021 | 14:45 WIB
salah satu menara telekomunikasi yang dikelola oleh PT Bali Towerindo Sentra Tbk./balitower.co.id
salah satu menara telekomunikasi yang dikelola oleh PT Bali Towerindo Sentra Tbk./balitower.co.id
Bagikan

Bisnis.com, JAKARTA – Selain meningkatkan kapasitas, operator seluler diminta untuk memastikan keandalan jaringan yang dimiliki saat Ramadan dan Lebaran 2021. 

Cuaca ekstrem yang terjadi belakangan ini kerap menimbulkan banjir dan longsor berisiko merusak infrastruktur telekomunikasi operator seluler.

Ketua Pusat Studi Kebijakan Industri dan Regulasi Telekomunikasi Indonesia ITB Ian Yosef M.Edward mengatakan operator seleluer harus tetap memastikan keandalan jaringan terjaga di tengah kondisi cuaca yang tidak menentu dan rawan bencana seperti saat ini.  

Sejak awal pembangunan, kata Ian, seharusnya operator telah memikirkan bagaimana sistem jaringan cadangan bekerja agar saat terjad ihal yang tidak diinginkan misalnya kualitas jaringan turun, apalagi sampai mati. Sistem jaringan cadangan tidak hanya berlaku bagi jaringan serap optik di darat, juga di sistem komunikasi kabel bawah laut (SKKL).

“Operator seluler saat di darat pada awal membangun jaringan sudah memikirkan ring sistem cadangan. Permasalahannya ada di ring internasional. Kalau internasional langsung, berbeda dengan yang lokal,” kata Ian kepada Bisnis, Senin (12/4/2021).

Sementara itu, Ketua Bidang Network dan Infrastruktur Indonesian Digital Empowerment Community (IDIEC) Ariyanto A. Setyawan menjelaskan secara umum terdapat tiga sistem jaringan cadangan yang harus diperhatikan oleh operator seluler a.l. jaringan akses radio, komponen jaringan inti dan layanan internet. 

Pada lapisan jaringan akses, untuk menjaga keandalan layanan, operator seluler perlu merapatkan pembangunan BTS agar saat satu BTS terganggu, BTS lainnya dapat membantu.

Selain itu, operator juga memiliki BTS utama yang menjadi payung jaringan cadangan untuk belasan atau puluhan titik layanan. BTS ini biasanya bergerak di jaringan 2G dengan cakupan yang luas hingga 5 -10 kilometer.

“Jika ada gangguan di mikro BTS dan makro BTS, ada umbrella yang menggunakan jaringan 2G dengan 800 MHz untuk menjamin jika terjadi apa-apa layanan suara masih berfungsi,” kata Ariyanto.  

Lebih lanjut, kata Ariyanto, untuk meningkatkan kapasitas agar saat lalu lintas data melonjak layanan tidak runtuh, operator membangun BTS kecil hingga menyiapkan mobil BTS.

Sementara untuk menjaga keandalan jaringan inti atau jaringan tulang punggung, kuncinya operator perlu membuat jaringan cadangan dengan rute berbeda. Operator juga harus menyiagakan orang yang bertugas untuk mengedukasi letak jaringan tulang punggung operator agar tidak dirusak.

Sementara itu untuk antisipasi mati listrik, biasanya sudah disiapkan mobil genset. Jumlahnya tergantung probabilitas mati listrik dengan jumlah BTS di suatu titik, makin sering maka makin banyak mobil BTS.

“Mobil genset harus bisa menyalakan kembali BTS yang mati, paling lama 3 jam setelah BTS padam karena batasnya hidup baterai cadangan BTS hanya 3 jam,” kata Ariyanto.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Simak berita lainnya seputar topik artikel ini di sini:

Bagikan

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terkini

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Terpopuler

Topik-Topik Pilihan

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper