Ini Alasan Perusahaan Enggan Pakai Komputasi Awan Privat

Leo Dwi Jatmiko
Kamis, 18 Maret 2021 | 08:44 WIB
Komputasi awan/Istimewa
Komputasi awan/Istimewa
Bagikan

Bisnis.com, JAKARTA – Masyarakat Telematika Indonesia (Mastel) menilai faktor harga dan kemudahan dalam mengakses data menjadi alasan perusahaan lebih tertarik menggunakan komputasi awan publik (public cloud) dibandingkan dengan komputasi awan privat (private cloud)

Ketua Bidang Aplikasi Nasional Masyakat Telematika Indonesia (Mastel) M. Tesar Sandikapura mengatakan komputasi awan publik memberikan penghalang keamaan yang lebih longgar kepada perusahaan untuk mengakses data. Misalnya, jika komputasi awan privat membutuhkan tiga tahap sebelum pengguna dapat mengakses data, untuk komputasi awan publik cukup satu tahap saja.

“Publik untuk mengakses data hanya satu tingkat, kalau privat ketat, beberapa tingkat,” kata Tesar kepada Bisnis.com, Kamis (18/3/2021).

Tesar berpendapat pelanggan yang membutuhkan keamanan data yang kuat cenderung memilih komputasi awan berbasis privat, sedangkan, pelanggan yang menginginkan tempat penyimpanan dan pengolahan data yang fleksibel, akan memiliki solusi komputasi awan hibrida atau komputasi awan publik.

Komputasi awan publik dan hibrida juga memiliki harga yang relatif terjangkau dengan sistem yang sederhana sehingga perusahaan menengah ke bawah tertarik menggunakan teknologi penyimpanan data berbasis awan virtual ini.

Adapun mengenai peralihan penyimpanan data, Tesar menilai perusahaan yang terbiasa menggunakan komputasi awan privat, lebih siap dan bersedia untuk bermigrasi ke solusi komputasi awan publik, yang terbuka dan dapat diekpos. Perusahaan telah mengetahui data yang penting dan kurang penting, sehingga dapat ditempatkan di komputasi awan publik.

Berbeda dengan perusahaan yang terbiasa menggunakan komputasi awan publik. Adapun, untuk beralih ke komputasi awan pribadi atau menaruh data, perusahaan merasa terbebani dari sisi biaya dan fleksibilitas penggunaan.

Biaya yang harus dikeluarkan perusahaan untuk beralih ke pusat data atau komputasi awan pribadi lebih besar. Untuk mengakses data, perusahaan juga akan merasakan pengawalan yang lebih ketat.

“Isunya itu adalah yang dari publik pindah ke privat. Mereka merasa ribet dan lebih mahal. Operasional bertambah karena harus memindahkan data-data,” kata Tesar.

Sebelumnya, dalam laporan Cloud Hybrid 2021, NTT Ltd menyampaikan dari 950 pengambil keputusan di 13 negara dengan wilayah terpilih di Asia Pasifik, sebanyak 60,3 persen menyatakan menggunakan, atau sedang uji coba penggunaan cloud hybrid, kemudian 31,6 persen responden berencana untuk menerapkan solusi hybrid dalam kurun waktu 12-24 bulan ke depan.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Simak berita lainnya seputar topik artikel ini di sini:

Penulis : Leo Dwi Jatmiko
Bagikan

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terkini

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Terpopuler

Topik-Topik Pilihan

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper