Ekonom: Penggunaan Layanan Digital Tingkat Lanjut Belum Urgen

Akbar Evandio
Selasa, 16 Maret 2021 | 21:21 WIB
UMKM go online. /IM2
UMKM go online. /IM2
Bagikan

Bisnis.com, JAKARTA – Penggunaan layanan digital tingkat lanjut dinilai belum memiliki urgensi untuk diadaptasi oleh pelaku bisnis luar pulau Jawa.

“Saya rasa saat ini tidak perlu layanan digital yang kompleks seperti AI [kecerdasan buatan] atau Cloud. Masyarakat di luar pulau jawa khususnya pelaku UMKM hanya perlu layanan seperti fintech untuk permodalan dan dagang-el untuk penjualan. Dua itu saja cukup,” kata Ekonom Institute for Development of Economics and Finance (Indef) Nailul Huda saat dihubungi Bisnis, Selasa (16/3/2021).

Huda mengatakan bahwa penyesuaian adopsi antarprovinsi perlu dilakukan lantaran ketimpangan digital masih sangat terasa di Indonesia. Menurutnya, masih ada 3 aspek yang perlu mendapat perhatian.

“Aspek pertama adalah infrastruktur. Aspek ini mungkin lebih baik karena pembangunan infrastruktur digital masif dilakukan lewat palapa ring,” katanya.

Selanjutnya, dia mengatakan aspek kedua adalah keterampilan di mana poin tersebut diukur dari lulusan sumber daya manusia digital yang jika diukur dari skill menggunakan TIK jelas akan adanya ketimpangan.

“Hal ini dikarenakan masih sangat timpang kepemilikan gawai, laptop atau komputer di masyarakat. Masih banyak masyarakat yang tidak memiliki gawai tersebut,” ujarnya.

Dia melanjutkan, aspek ketiga adalah aspek penggunaan, di mana poin ini mengukur kegunaan TIK untuk kegiatan ekonomi. Huda mengatakan data terakhir di Otoritas Jasa Keuangan (OJK) mencatatkan akses masyarakat ke Fintech lebih dari 80 persen masih ada di pulau jawa.

Sisanya dibagi ke provinsi lainnya di luar pulau jawa. Begitu juga dengan dagang-el yang masih terpusat di pulau Jawa. 

“Artinya ada tugas dari pemerintah dan platform digital untuk lebih sadar kepada masyarakat di luar pulau jawa, terutama untuk memasarkan produknya. Selain itu, produsen-produsen UMKM di luar pulau jawa juga harus ditingkatkan untuk masuk ke dagang-el,” ujar Huda.

Laporan East Ventures Digital Competitiveness Index (EV-DCI) 2021 menunjukkan, daya saing digital antarprovinsi di Indonesia makin merata yang terlihat dari skor median indeks meningkat dari 27,9 pada 2020 menjadi 32,1 tahun ini.          

Namun, laporan tersebut masih mencatatkan adanya kesenjangan skor dari sisi output Kewirausahaan dan Produktivitas antarprovinsi. Skor terendah untuk pilar ini pada EV-DCI 2021 dipegang oleh Papua (0,28). Sebaliknya, skor tertinggi di pilar ini masih dipegang diperoleh DKI Jakarta, meningkat dari 88,2 ke 100 antara 2020—2021.

Skor 100 berarti bahwa Jakarta mendapat skor tertinggi untuk semua indikator yang membentuk pilar ini, seperti rasio penduduk yang menggunakan internet untuk berbagai kebutuhan, baik bekerja, berkomunikasi, promosi dan berjualan daring, serta volume transaksi uang elektronik dan pinjaman fintech.

Kenaikan pesat skor DKI Jakarta ini membuat jarak antara skor tertinggi dan skor terendah semakin timpang, meningkat dari 88,4 menjadi 99,7.

Kendati secara umum terjadi perbaikan pada pilar perekonomian, tetapi adanya ketimpangan yang sangat tinggi pada pilar ini memperlihatkan bahwa terdapat potensi besar, seperti penggunaan TIK yang belum dapat dimanfaatkan secara maksimal oleh pelaku bisnis.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Simak berita lainnya seputar topik artikel ini di sini:

Bagikan

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terkini

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Terpopuler

Topik-Topik Pilihan

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper