Indonesia Perlu Antisipasi Serangan Siber 2021

Akbar Evandio
Rabu, 30 Desember 2020 | 15:08 WIB
Ilustrasi kejahatan siber./Reuters-Kacper Pempel
Ilustrasi kejahatan siber./Reuters-Kacper Pempel
Bagikan

Bisnis.com, JAKARTA – Lembaga Riset Siber Indonesia Communication and Information System Security Research Center (CISSReC) memprediksi kerugian serangan siber secara global mencapai Rp84.000 triliun pada 2021.

Chairman CISSReC Pratama Persadha pun menilai Indonesia memiliki potensi yang sama, yakni adanya kemungkinan besar kerugian akibat serangan siber yang terus meningkat.

“Sebagai catatan kerugian pada 2018 saja diperkirakan Microsoft sudah hampir Rp500 triliun. Potensinya pasti meningkat, terutama karena Indonesia belum matang terkait regulasi Undang-undang, SDM dan teknologi untuk meningkatkan keamanan siber di tanah air,” katanya saat dihubungi Bisnis.com, Rabu (30/12/2020).

Lebih lanjut, dia menjelaskan bahwa kerugian global akibat serangan siber pada 2018 mencapai Rp8.100 triliun yang pada 2021 diprediksi meningkat tajam menjadi Rp84.000 triliun.

“Artinya ada peningkatan lebih dari 100 persen sejak 2018 ke 2021. Untuk Indonesia peluang [serangan] selalu ada, apalagi bila melihat berbagai sektor sudah melakukan digitalisasi, artinya ancaman serangan juga meningkat. Karena itu negara harus melihat ini sebagai ancaman serius, jangan sampai kerugian ribuan triliun ini terjadi di Indonesia,” ujarnya.

Lebih lanjut, dia melihat bahwa sepanjang 2020 serangan siber makin bervariasi, khususnya pengembangan dari serangan ransomware menjadi yang paling banyak dan paling merugikan bagi infrastruktur kritis, industri maupun instansi pemerintah yang menjadi target serangan.

“Infrastruktur kritis tetap menjadi incaran, terutama sektor kesehatan dan farmasi. Disana ada data pasien, data riset dan paling penting data pemakaian vaksin. Karena itu harus disadari ada aktor serangan siber yang didukung oleh negara-negara lain maupun perusahaan multinasional dalam perang data ini,” ujarnya.

Dia melanjutkan bahwa yang harus diwaspadai juga adalah serangan ke instansi negara dan swasta yang menghimpun banyak data masyarakat. Apalagi, tren pencurian data ini juga akan terus meningkat mengingat semua sektor terpaksa melakukan digitalisasi lebih cepat, terutama perbankan.

“Perbankan dan industri keuangan termasuk fintech akan menjadi sasaran serangan siber yang cukup terbuka pada 2021. Karena itu peningkatan keamanan siber harus dilakukan oleh negara maupun swasta,” katanya.

Dia mengimbau agar pada 2021 Negara harus meningkatkan aksinya dalam peningkatan keamanan siber secara menyeluruh, integral. Salah satunya, dari mengejar pengesahan Rancangan Undang-Undang (RUU) Pelindungan data Pribadi (PDP) dan RUU tentang Ketahanan dan Keamanan Siber (KKS).

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Simak berita lainnya seputar topik artikel ini di sini:

Penulis : Akbar Evandio
Bagikan

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terkini

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Terpopuler

Topik-Topik Pilihan

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper