Sharp: Permintaan Semester I/2020 Akan Terkontraksi

Andi M. Arief
Minggu, 22 Maret 2020 | 22:03 WIB
Logo Sharp terpampang di salah satu pameran produk elektronik di Jepang/Reuters-Toru Hanai
Logo Sharp terpampang di salah satu pameran produk elektronik di Jepang/Reuters-Toru Hanai
Bagikan

Bisnis.com, JAKARTA - PT Sharp Electronics Indonesia (SEID) menyatakan telah mengamankan bahan baku untuk masa produksi semester I/2020. Namun demikian, pelemahan permintaan diperkirakan akan menjadi tantangan bagi perseroan pada semester I/2020.

National Sales Senior General Manager SEID Andry Adi Utomo mengatakan ketersediaan bahan baku baru akan bermasalah pada semester II/2020, khususnya untuk panel light emitting diode (LED) dan modul. Namun demikian, lanjutnya, perhatian utama pada semester I/2020 ada dari sisi permintaan.

"[Performa semester I/2020] tidak bisa prediksi presisi. Ada kemungkinan [permintaan] drop 20-30 persen [secara tahunan] dengan catatan puncak wabah di April 2020," katanya kepada Bisnis, Minggu (22/3/2020).

Andry berujar penurunan permintaan tersebut disebabkan oleh dua hal yakni merebaknya wabah Covid-19 di dalam negeri dan pelemahan Rupiah terhadap Dolar Amerika Serikat. Andry mencatat Rupiah telah melemah sekitar 15 persen dari awal tahun.

Adapun, Andry menyampaikan pelemahan nilai tukar tersebut ditransmisikan pada harga bahan baku dan barang jadi yang diimpor. Oleh karena itu, Andy menyatakan perseroan akan menaikkan harga jual di masa depan.

Gaungan Pengusaha Elektronika (Gabel) menyampaikan bahan baku elektronika kini menumpuk di pelabuhan China karena tersendatnya proses logistik. Oleh karena itu, Andry mengatakan pihaknya akan menggunakan dua jalur logistik yakni kargo udara dan kargo laut.

Andry berharap puncak wabah COVID-19 berada pada April 2020 agar keadaan pasar nasional dapat membaik pada akhir semester I/2020.

Sebelumnya, Assistant General Manager Marketing Communication SEID Agus Soewardji menyatakan jika penyelesaian virus corona berlarut-larut, Agus menyatakan perseroan akan mencari pemasok komponen dari negara lain. Namun demikian, lanjutnya, masalah utama dari strategi tersebut adalah harga.

"Kalau ambil dari [pemasok dari negara] yang lain harga bisa naik dan ada beberapa sparepart yang tidak ada di negara lain. Untungnya kargo udara masih boleh walaupun biaya logistik naik," ujarnya.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Simak berita lainnya seputar topik artikel ini di sini:

Penulis : Andi M. Arief
Bagikan

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terkini

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Terpopuler

Topik-Topik Pilihan

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper