Kemenkominfo Diminta Batalkan Proyek Satria

Puput Ady Sukarno
Sabtu, 8 Februari 2020 | 20:28 WIB
Ilustrasi satelit komunikasi/Wikimedia Commons
Ilustrasi satelit komunikasi/Wikimedia Commons
Bagikan

Bisnis.com, JAKARTA - Center For Budget Analysis (CBA) meminta Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kemenkominfo) membatalkan proyek Satelit Republik Indonesia (Satria) menyusul belum diperolehnya pendanaan proyek tersebut. 

Uchok Sky Khadafi, Direktur Center For Budget Analysis (CBA) mengatakan jika pemerintah tidak bisa mendapatkan pendanaan, sudah seharusnya Kemenkominfo membatalkan program satelit yang dikelola oleh Badan Aksesibilitas Telekomunikasi dan Informasi atau Bakti tersebut. 

“Saya yakin dana USO yang didapatkan oleh Bakti tidak mencukupi untuk membayar kewajiban pembiayaan satelitnya. Oleh sebab itu Kemenkominfo mencarikan pembiayaan. Jika memang tidak sanggup mencari dana, mending dibatalkan saja proyek satelit BAKTI,” terang Uchok, Sabtu (8/2/2020).

Seperti diketahui, demi memenuhi komitmen peluncuran Satelit Satria era Menkominfo Rudiantara, Kemenkominfo terus berusaha untuk mencari pembiayaannya. Hal ini terkuak ketika rapat kerja Menteri Komunikasi dan Informatika (Menkominfo) Johnny G Plate dengan Komisi I DPR-RI.

Menteri Johnny mengatakan Kemenkominfo menargetkan financial closing selesai dilakukan kuartal I/2020. Padahal financial closing pengadaan dan peluncuran seharusnya selesai pada 2019, sehingga perakitan dapat dilakukan pada akhir Desember 2019 yang lalu.

Menurut Uchok, dalam mengelola satelit untuk daerah USO, seharusnya Bakti yang mengambil peran lebih dengan memanfaatkan dana USO yang ada. 

"Bukan malah menyerahkan kepada swasta dan membebankan kepada negara," ujarnya.

Logikanya, kata Uchok, jika Bakti masih mencari investor untuk proyek Satria artinya ini adalah proyek yang ekonomis. Karena proyek ekonomis, seharusnya tidak layak dibiayai dengan dana USO. 

Menurutnya Bakti jangan menyandera dan menjerumuskan Menkominfo dengan mencarikan pendanaan dari swasta yang akan membebani anggaran negara di kemudian hari.

“Pemerintah harusnya mengoptimalkan pendanaan dari dana USO yang ada. Sehingga tidak membebankan keuangan negara di masa mendatang. Jika tidak ada investor yang mau membiayai investasi tersebut jangan dipaksakan. Mending dibatalkan saja,” tegas Uchok.

Adapun dalam keterangan yang disampaikan Menkominfo di DPR disebutkan bahwa investasi (capex) untuk pengadaan satelit Sakti yang dimiliki oleh Bakti menelan dana Rp 6,42 triliun. 

Sementara biaya ketersediaan layanan per tahunnya, Bakti harus mengeluarkan dana paling tidak Rp1,4 triliun. 

Agar satelit Satria ini dapat beroperasi memberikan layanan telekomunikasi, Kemenkominfo juga harus mengeluarkan biaya pengadaan ground segment yang jumlahnya 150 ribu unit. 

"Biaya pengadaan ground segment ini sangat besar, bisa lebih dari 3 kali biaya ketersediaan layanan satelit, namun sayangnya hal ini tidak pernah diungkap secara terang benderang ke publik," ujarnya.

Menurutnya data 150 ribu titik yang akan dihubungkan Satria masih belum divalidasi kebenarannya. Tidak ada koordinasi antara Bakti dengan pihak calon pengguna Satria. Dengan masih mentahnya perencanaan Bakti, bisa dipastikan utilisasi Satria akan sangat rendah. 

Sementara itu, Pemerintah diwajibkan membayar availability payment sebesar Rp1,4 triliun per tahun selama 15 tahun kepada konsorsium pemenang proyek Satria

"Beda cerita jika Bakti menyewa kapasitas satelit sesuai kebutuhan, dimana pembayaran juga dilakukan sesuai dengan kapasitas satelit yang terpakai," ujarnya.

Menurutnya Bakti harusnya bisa belajar dari proyek Palapa Ring yang telah mereka gelar di 57 Kabupaten/ Kota. Hingga saat ini, utilisasi Palapa Ring masih sangat rendah. 

Palapa Ring Barat hanya terutilisasi 27%, Palapa Ring Tengah baru terutilisasi 7,6%, sedangkan utilisasi Palapa Ring Timur adalah 0%. Walaupun demikian, Pemerintah tetap harus membayar availability payment kepada konsorsium pemenang proyek Palapa Ring. 

"Sudah jelas, ini adalah bentuk pemborosan APBN," ujarnya.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Simak berita lainnya seputar topik artikel ini di sini:

Bagikan

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terkini

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Terpopuler

Topik-Topik Pilihan

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper