Di Balik Pemblokiran Netflix, Isu Bisnis atau Konten?

Leo Dwi Jatmiko
Minggu, 26 Januari 2020 | 08:43 WIB
Netflix/Istimewa
Netflix/Istimewa
Bagikan

Bisnis.com, JAKARTA - Saat PT Telekomunikasi Indonesia (Persero) Tbk. memblokir Netflix pada 2016, masyarakat ramai bergunjing. Sekarang, sudah 2020, semua operator memberi kemudahan kepada masyarakat untuk mengakses Netflix, kecuali Telkom, tetapi masyarakat masih bergunjing. Ada apa?

Untuk diketahui, pangsa pasar industri telekomunikasi Indonesia saat ini digenggam oleh Telkom. Melalui kekuatan anak usahanya, Telkomsel dan layanan IndiHome, Telkom menjadi pemimpin pasar, baik di layanan internet tetap maupun di layanan internet bergerak.

Hingga kuartal III/2019, basis pelanggan Telkomsel tercatat sebanyak 170 juta pelanggan, meninggalkan jumlah pelanggan Indosat yang hanya 58,7 juta dan XL Axiata 55,5 juta pelanggan. Begitu pun dengan IndiHome, kabel serat optik IndiHome telah menyalurkan internet ke sekitar 7 juta pelanggan, tertinggi di industri layanan internet cepat ke rumah (fiber to the home).

Permasalahan masih tetap menarik karena mayoritas pengguna data di Indonesia merupakan pelanggan Telkom. Artinya, hanya sebagian penduduk yang saat ini dapat menikmati layanan Netflix di Indonesia, yaitu di luar pelanggan IndiHome dan Telkomsel, serta pelanggan Telkom yang memiliki dua kartu sim.

Dengan nilai tawar yang dimiliki, wajar jika Telkom kemudian meminta kepada Netflix mematuhi beberapa permintaan jika ingin menggunakan kanal Telkom untuk berjualan.

Salah satu permintaan Telkom yang tidak kunjung terpenuhi adalah kebijakan penurunan konten bermasalah dalam 24 jam yang dilakukan di internal Netflix (take down policy). Hal ini dibutuhkan karena beberapa konten yang disajikan Netflix tidak sesuai dengan budaya dan peraturan di Indonesia.

Jika kerja sama terjalin, sebenarnya Telkom berencana menggabungkan konten Netflix dengan layanan digital MAXstream. Netflix akan tergabung dalam satu wadah dengan Iflix, Hooq, Catchplay, dan Viu. Sebagai pemilik produk, sudah menjadi tanggung jawab Telkom memastikan siarannya tidak mengandung konten berbahaya.

Menkominfo Johnny G. Plate juga meminta Netflix menetapkan harga layanan kompetitif agar Netflix dapat dinikmati oleh segenap masyarakat luas. “Kalau bisa Netflix punya cara atau ekosistem take down policy, bukan oleh Kominfo, tetapi Netflix sendiri. Kami hanya ingin menjaga biar dunia bisnisnya berkembang dengan baik. Rakyat dapat tontonan yang menarik dan sesuai keperluan mereka,” kata Johnny.

Namun, kemampuan memblokir konten di Netflix tidak dimiliki Telkom. Bahkan, Kemenkominfo hanya dapat memblokir aplikasi Netflix, bukan kontennya. Hanya Netflix yang bisa melakukan penarikan konten dan sayangnya hingga saat ini belum ada titik temu.

Ada asumsi yang menyebut keengganan Netflix memblokir kontennya adalah karena standar konten yang diberikan berdasarkan region. Namun, gosip tersebut dibantah Communication Manager Netflix Kooswardini Wulandari. Dia menjelaskan Netflix adalah layanan on demand yang memungkinkan konsumen memilih menjadi anggota dan memutuskan apa yang ingin ditonton.

Dalam mendistribusikan konten dan mengontrolnya, dia mengatakan layanan Netflix mencakup panduan rating dan sinopsis episode untuk membantu pelanggan membuat pilihan yang tepat bagi pelanggan dan keluarganya.

Wulandari juga mengatakan Netflix telah bertemu dengan Kemenkominfo, membahas permintaan Menkominfo yang menginginkan adanya kebijakan penarikan konten bermasalah.

TITIK TEMU

Selain karena konten, ada kabar juga menyebutkan bahwa keduanya tidak menemui titik temu mengenai skema bisnis. Lantas, seperti apa skema bisnis yang umumnya terjadi antara operator seluler dengan penyedia konten seperti Netflix?

Wakil Presiden Direktur Tri Indonesia Danny Buldansyah menjelaskan kerja sama yang terjalin antara penyedia layanan video streaming dengan operator seluer memiliki banyak skema.

Pertama, mengambil dari margin dari penjualan. Misalnya, harga romobongan layanan video streaming yang diberikan kepada Tri sebesar Rp100.000, maka Tri akan menaikan harga tersebut ketika menjualnya ke pelanggan, dengan catatan harga yang ditawarkan kompetitif dengan platform atau operator lain. Dengan cara tersebut keduanya mendapat untung.

Kedua, dengan berbagi keutungan. Misalnya, harga yang diberikan kepada pelanggan sebesar Rp100.000, maka penyedia konten mendapat sekitar 60% dan operator seluler mendapat 40%.

Ketiga, skema jumlah pelanggan, keuntungan yang diperoleh operator berasal dari jumlah pengguna layanan video streaming yang berhasil digapai. Artinya, makin banyak pelanggan operator yang menggunakan layanan maka keuntungan yang diperoleh makin besar. Keempat, skema yang paling pahit, mengharapkan untung dari layanan data.

Umumnya pendapatan yang ditorehkan dari penjualan layanan video sebagian besar akan mengalir ke penyedia layanan video, sebab penyedia video harus membeli konten dan lisensi, yang harganya sangat mahal.

Hingga saat ini belum ada yang mengetahui skema dan model bisnis antara Telkom dengan Netflix. Namun, seandainya skema yang digunakan adalah skema yang terpahit pun, keuntungan yang dibukukan Telkom secara pendapatan sangat besar.

Pertama, pelanggan makin boros menggunakan internet, sehingga makin sering isi pulsa, yang berarti pemasukan bagi Telkom. Kedua, untuk berlangganan Netflix, bisa menggunakan pulsa, pendapatan Telkom makin melesat lagi. Belum lagi, pendapatan tambahan dari pembagian keuntungan antara Telkom dengan Netflix, waluapun hanya sedikit untuk Telkom, itu pun sangat berpengaruh.

Dengan posisi yang menguntungkan dari sisi pendapatan tersebut, timbul pertanyaan, siapa yang sebenarnya butuh bekerja sama dan siapa yang menolak kerja sama?

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Simak berita lainnya seputar topik artikel ini di sini:

Penulis : Leo Dwi Jatmiko
Bagikan

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terkini

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Terpopuler

Topik-Topik Pilihan

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper