5G Bisa Dongkrak Pendapatan Operator Seluler Hingga 12% per Tahun

Leo Dwi Jatmiko
Selasa, 8 Oktober 2019 | 09:43 WIB
Teknologi 5G/Ilustrasi
Teknologi 5G/Ilustrasi
Bagikan

Bisnis.com, JAKARTA -- Implementasi teknologi 5G oleh korporasi diperkirakan mendongkrak pendapatan operator seluler di Asia Tenggara hingga 12% per tahun pada 2025.

Berdasarkan laporan hasil studi yang berjudul 5G in ASEAN: Reigniting Growth in Enterprise and Consumer Markets yang dirilis oleh Cisco dan A.T Kearney Analysis, Indonesia adalah negara di Asia Tenggara dengan potensi pendapatan tertinggi saat 5G diterapkan.

Pada 2025, atau saat 5G diperkirakan mulai beroperasi di Indonesia, pendapatan operator seluler di Indonesia diprediksi menyentuh US$1,4 miliar—US$1,83 miliar. Mayoritas pendapatan tersebut disumbangkan oleh implementasi 5G pada skema business to business (B2B).

Segmen B2B diperkirakan berkontribusi hingga US$620 juta—US$780 juta terhadap pendapatan industri telekomunikasi seluler. 

Segmen business to customer (B2C) untuk layanan internet bergerak (mobile broadband) berbasis ponsel, yang selama ini menjadi mesin pendapatan operator seluler hanya berkontribusi, US$310 juta—US$460 juta. 

Pendapatan lebih besar justru diproyeksikan masuk dari bisnis layanan internet nirkabel untuk rumah atau kantor yang disebut sebagai fixed wireless access yaitu US$370 juta—US$440 juta.

Presiden ASEAN Cisco Naveen Menon mengatakan bahwa pendapatan operator akan tumbuh pesat mengikuti lonjakan kosumsi data yang didukung kapasitas dan kecepatan jaringan 5G.

Jaringan 5G nantinya mampu memberikan kecepatan internet hingga 20 Gbps dengan latensi di bawah 1 milidetik.

Dengan kecepatan dan latensi yang rendah tersebut, 5G dapat diimplementasikan untuk beragam layanan yang selama ini hanya menggunakan jaringan internet kabel atau bahkan belum tersedia.

Contohnya, pemanfaatan pesawat nirawak (drone) untuk memantau jalannya aktivitas di pabrik, pengobatan dan konsultasi jarak jauh di industri kesehatan, dan aktivitas belajar mengajar jarak jauh di industri pendidikan.

“Untuk kesehatan kita butuh jaringan latensi rendah karena butuh data yang real time, dan ini hanya dapat terpenuhi oleh 5G,” kata Menon kepada Bisnis.com, Senin (7/10/2019). 

Menon menambahkan bahwa sejumlah kebutuhan tersebut merupakan peluang besar bagi operator telekomunikasi untuk meningkatkan pendapatan dan mempertahankan pertumbuhan jangka panjangnya.

Menurutnya, keberhasilan adopsi teknologi pada industri sangat bergantung dengan konektivitas sebagai landasannya.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Simak berita lainnya seputar topik artikel ini di sini:

Penulis : Leo Dwi Jatmiko
Bagikan

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terkini

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Terpopuler

Topik-Topik Pilihan

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper