Tak Ingin Terjebak Perang Harga, Blibli Pungut Komisi

Deandra Syarizka
Selasa, 19 Februari 2019 | 20:50 WIB
Karyawan Blibli.com siap mengantarkan barang ke pelanggan, di sela-sela peluncuran BlibliMART, di Jakarta, Senin (9/4/2018)./JIBI-Nurul Hidayat
Karyawan Blibli.com siap mengantarkan barang ke pelanggan, di sela-sela peluncuran BlibliMART, di Jakarta, Senin (9/4/2018)./JIBI-Nurul Hidayat
Bagikan

Bisnis.com, JAKARTA — Industri dagang-el yang makin kompetitif membuat para pelaku usaha di industri tersebut melakukan perang harga dengan melakukan promosi besar-besaran. Kondisi ini dinilai tidak sehat dan ideal untuk keberlanjutan bisnis dagang-el.

 CEO Blibli.com Kusumo Martanto menjelaskan, saat ini para pelaku dagang-el ramai-ramai “bakar uang” atau promosi habis-habisan  baik berupa promo Harbolnas hingga gratis ongkir untuk menggenjot trafik platformnya. Padahal, kondisi itu kerap merugikan keuangan perusahaan.

“Kita tidak bisa pricewar terus-menerus, itu tidak sehat. Kalau di India itu semua penjual membayar komisi [kepada marketplace] pada saat barangnya terjual, itu saja masih bleeding [merugi]. Kalau di sini, saat ini memang paling enak untuk konsumen dan penjual, tetapi sampai kapan?,” ujarnya, Selasa (19/02).

Lebih lanjut, pihaknya kini juga menerapkan sistem komisi  bagi para penjual yang menggunakan platform Blibli. Dengan sistem komisi, perusahaan mendapatkan profit untuk keberlangsungan bisnis.

Selain itu, perusahaan juga mengubah skema gratis ongkir, dari yang semula gratis 100% kini memiliki syarat dan ketentuan tertentu, seperti berada di kota yang sama antar pembeli dan penjual, dan menetapkan tarif gratis ongkir sesuai dengan nominal pembelian.

Dia memproyeksikan, para pemain dagang-el lain akan menerapkan skema yang serupa pada masa mendatang. Pasalnya, keuntungan dari hasil operasional akan menentukan keberlanjutan usaha di masa mendatang.  

Kepala Badan Ekonomi Kreatif (Bekraf) Triawan Munaf menambahkan, platform dagang-el berperan sangat penting dalam mengakselerasi pertumbuhan ekonomi melalui pelaku industri kreatif yang menjual produknya. Meski demikian, dia menyoroti kemampuan produsen Tanah Air dalam menciptakan produk yang memiliki nilai jual tinggi untuk bersaing dengan produk luar negeri di platform dagang-el.

Mengenai perang harga, dia meyakini kondisi tersebut hanya bersifat sementara. Dia pun membandingkan dengan kondisi di China dengan kondisi ekonomi digital yang lebih matang. Di negara tersebut, para pelaku dagang-el menerapkan banyak biaya tambahan untuk setiap produk yang terjual untuk mendapatkan profit.

“Di China, para pelaku e-commere menerapkan banyak sekali charge tambahan. Mau tidak mau marketplace melakukan itu karena mereka juga harus untung,” ujarnya.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Simak berita lainnya seputar topik artikel ini di sini:

Penulis : Deandra Syarizka
Bagikan

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terkini

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Terpopuler

Topik-Topik Pilihan

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper