Startup Paling Bernilai di Dunia Pemilik Tik Tok Juga Tergigit Perlambatan China

Renat Sofie Andriani
Rabu, 16 Januari 2019 | 09:29 WIB
Ilustrasi: Aplikasi Tik Tok di Play Store
Ilustrasi: Aplikasi Tik Tok di Play Store
Bagikan

Bisnis.com, JAKARTA – Bytedance, startup paling bernilai di dunia yang menelurkan aplikasi Tik Tok, dikabarkan nyaris tidak memenuhi target pendapatannya pada 2018. Itu terjadi akibat terdampak perlambatan pertumbuhan iklan di China yang lebih tajam dari perkiraan.

Sumber terkait mengungkapkan bahwa perusahaan asal China tersebut telah mengatakan kepada investor adanya perkiraan pendapatan sebesar 50 miliar hingga 55 miliar yuan selama pengumpulan dana terbarunya.

Perkiraan raihan ini mencapai ujung bawah targetnya, pertama kali dalam beberapa tahun perusahaan tersebut gagal melampaui target yang ditetapkannya.

Menurut sumber yang sama, hal ini terjadi lantaran perusahaan menunda memonetisasi fungsi-fungsi baru dan terdampak perlambatan ekonomi China yang mengurangi pengeluaran untuk iklan.

Pada Oktober 2018, Bytedance menambah valuasinya menjadi senilai US$75 miliar setelah menarik dukungan investor besar seperti SoftBank Group Corp, KKR & Co. dan General Atlantic.

Prestasi ini sekaligus membawa Bytedance menyalip Uber Technologies Inc. sebagai startup paling bernilai di dunia.

Raksasa media sosial ini menjalankan sejumlah aplikasi termasuk layanan berita Toutiao dan platform video pendek Tik Tok. Aplikasi terakhir ini sangat populer di China dan beberapa negara lainnya, termasuk Indonesia.

Didirikan oleh Zhang Yiming, Bytedance mengawali kiprahnya sebagai produsen aplikasi sebelum membuat layanan yang menjadi ciri khasnya di Toutiao. Selama bertahun-tahun kemudian perusahaan membangun basis pengguna dan meningkatkan sistem rekomendasinya.

Sejak saat itu perusahaan ini telah berkembang menjadi raksasa yang populer dengan aplikasi Tik Tok, dikenal sebagai Douyin secara lokal, dan platform lainnya, mulai dari humor hingga gosip selebriti. Tik Tok dan Douyin memiliki 500 juta pengguna gabungan pada Juli.

Tetap saja, Bytedance tidak kebal terhadap perlambatan ekonomi yang tengah mengganjal negeri asalnya, China, karena sebagian besar pendapatannya dihasilkan dari iklan.

Ketergantungan perusahaan yang tinggi pada periklanan dihadapkan dengan pertanyaan sama yang menjangkiti Facebook pada masa-masa awal berdirinya, yaitu apakah akan menghasilkan laba yang konsisten.

Bytedance berupaya keras dalam hal pemasaran untuk membangun mereknya, dengan melekatkan namanya di seluruh kereta bawah tanah di Jepang dan gedung pencakar langit di Dubai.

Pada November, perusahaan bahkan mencari pinjaman sindikasi dengan ukuran dasar senilai US$500 juta dan opsi greenshoe yang memungkinkannya meningkatkan jumlah pinjaman hingga US$1 miliar guna mendanai ekspansi.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Simak berita lainnya seputar topik artikel ini di sini:

Editor : Saeno
Bagikan

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terkini

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Terpopuler

Topik-Topik Pilihan

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper