Polemik Beleid Telekomunikasi Picu Industri Jadi Tak Produktif

Sholahuddin Al Ayyubi
Selasa, 25 Oktober 2016 | 20:55 WIB
Perawatan BTS telekomunikasi/Ilustrasi-JIBI-Dedi Gunawan
Perawatan BTS telekomunikasi/Ilustrasi-JIBI-Dedi Gunawan
Bagikan

Bisnis.com, JAKARTA - Industri Telekomunikasi dinilai tidak lagi produktif karena terus berpolemik dalam revisi Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 52/2000 tentang Penyelenggaraan Telekomunikasi dan PP Nomor 53/2000 tentang Penggunaan Spektrum Frekuensi Radio dan Orbit Satelit.

Agus Pambagio, Pengamat Kebijakan Publik mengemukakan polemik yang terjadi antar industri telekomunikasi untuk menyikapi proses revisi PP No 52/2000 dan PP No 53/2000 tersebut dinilai telah memperlambat tujuan pemerintah dalam mendorong perluasan infrastruktur broadband di seluruh Indonesia.

“Energi kita semua habis untuk membahas dan saling mempertentangkan PP ini, tentunya hal ini membuat industri menjadi tidak produktif dan kalau dibiarkan berlarut-larut tentunya juga akan memperlambat tujuan pemerintah,” tuturnya di Jakarta, Selasa (25/10/2016).

Dia juga berpandangan polemik tersebut dinilai tidak memiliki manfaat terhadap publik, pasalnya banyak pihak yang ikut campur untuk membuat proses revisi PP No 52/2000 dan PP No 53/2000 semakin kabur dari substansi asalnya.

“Banyak kepentingan dalam polemik ini, masing-masing pihak merasa paling benar dan bersikukuh dengan kebenaran versinya masing-masing, ini tidak ada manfaatnya sama sekali untuk publik,” katanya.

Agus juga mendesak agar Menteri Komunikasi dan Informatika (Menkominfo) Rudiantara segera merampungkan revisi ke dua PP tersebut, sehingga polemik tidak berkepanjangan dan industri dinilai dapat menjadi lebih sehat sehingga bermanfaat bagi masyarakat di seluruh Indonesia.

“Pemerintah itu punya kewenangan dan hak penuh untuk mengatur industri ini supaya lebih baik dan semakin besar manfaatnya. Ini harus segera selesai agar tidak berkepanjangan,” ujarnya.

Agus memprediksi jika polemik ini tidak segera selesai, maka pemerataan penyediaan infrastruktur telekomunikasi untuk masyarakat desa dan pelosok akan semakin lama mendapatkan akses layanan telekomunikasi.

“Ini juga berarti upaya untuk mencegah revisi PP sehingga menjadi polemik seperti ini, dapat dianggap sebagai melawan kepentingan nasional dan agenda pemerintah karena menghambat pembangunan negara,” katanya.

Secara terpisah, pengamat dari Indonesia ICT Institute Heru Sutadi menyarankan semua pihak mempercayakan pengaturan industri telekomunikasi pada Kementerian Kominfo dan Badan Regulasi Telekomunikasi Indonesia (BRTI) sebagai regulator industri.

“Isu yang digulirkan bahwa penggunaan jaringan secara bersama akan merugikan negara, saya pikir tidak berdasar dan mengada-ada. Justru industri akan efisien, dan bergairah sehingga bisa membayar pajak lebih besar,” ujarnya.

Selain itu, menurut Heru penghematan biaya yang rencananya akan dilakukan industri telekomunikasi melalui sharing network justru bisa digunakan untuk memperluas jaringan dan memberi layanan lebih berkualitas pada pengguna untuk adopsi teknologi mutakhir.

Network sharing ini bisa digunakan untuk memberikan layanan dan kualitas yang lebih baik,” katanya.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Simak berita lainnya seputar topik artikel ini di sini:

Bagikan

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terkini

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Terpopuler

Topik-Topik Pilihan

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper