Cholil Hasan : Objektif & Rasional

News Editor
Rabu, 26 Desember 2012 | 08:32 WIB
Bagikan

Berkali-kali menangani proses restrukturisasi perusahaan yang berada dalam krisis, Cholil Hasan merasa tertantang untuk terjun ke Asuransi Jiwa Bersama Bumiputera, yang saat ini terlempar ke posisi tujuh dalam arena persaingan industri asuransi jiwa di Indonesia.

Bagaimana perkembangan industri asuransi jiwa saat ini?

Produk asuransi jiwa merupakan kebutuhan keluarga dan individu, potensinya masih sangat besar. Ada sejumlah faktor utama yang bisa memicu pertumbuhan industri ini.

Pertama, pertumbuhan ekonomi yang mengarah pada pertumbuhan ekonomi per kapita. Saat ini pendapatan per kapita rata-rata mencapai $4.000 per tahun, sudah mulai masuk ke kelas menengah.

Pada 2020, pendapatan per kapita diperkirakan akan mencapai $10.000 per tahun, setara dengan Korea saat ini sebesar $12.000 per kapita per tahun. Hal ini akan mendorong pola konsumsi masyarakat, termasuk konsumsi di pelayanan jasa keuangan seperti asuransi.

Selain itu, tingkat pendidikan masyarakat yang semakin meningkat juga semakin membuat mereka insurance minded. Dibutuhkan pengembangan produk-produk asuransi yang sesuai dengan perkembangan pasar.

Kenapa tertarik masuk ke Bumiputera?

Ada dua hal. Pertama, saya melihat industri asuransi jiwa saat ini dikuasai asing. Bumi­pu­tera pernah jadi yang terdepan, tapi kemudian kalah. Walaupun sudah 100 tahun lebih, jangan sampai jadi dinosaurus; tua, besar, tapi punah.

Saya tertantang menjadikan BP sebagai flagship perusahaan asuransi jiwa nasional, agar jadi pemimpin di Indonesia dan kalau memungkinkan hingga tingkat regional.

Strategi apa yang akan diterapkan untuk mencapai itu?

Pada prinsipnya harus ada transformasi BP karena DNA-nya sudah tidak cocok lagi dengan industri asuransi di zaman sekarang. Harus ada injeksi kromosom-kromosom pembaruan mendasar yang meliputi di antaranya prinsip tata kelola perusahaan dengan baik (GCG) terutama terkait transparansi, akuntabilitas, tanggung jawab, independensi dan fairness. Ini di BP hampir tidak ada sama sekali.

Bagaimana upaya pembenahan di Bumiputera?

Governance antarlembaga Badan Perwakilan Anggota (BPA), manajemen baik itu BOD, BOC dan karyawan harus sesuai konsep GCG. Saat ini anggota BPA dipilih melalui agen, kepala cabang, kepala wilayah dan jajaran direksi yang juga ditetapkan oleh BPA. [Agar tercipta tata kelola yang baik] maka ini yang kemudian harus dibenahi.

Selain itu?

Prioritas jangka pendek adalah pembenahan sistem teknologi informasi dan peningkatan kemampuan sumber daya manusia. Pem­benahan teknologi informasi agar terintegrasi sistemnya, reliable, supaya database nasabah semakin kuat.

Di bidang SDM, akan dilakukan peningkatan kualitas agen secara berkesinambungan melalui pelatihan-pelatihan terus-menerus. Para agen juga akan dipersenjatai dengan peralatan IT. Harus ada peningkatan kualitas agar sesuai dengan perubahan pasar.

Saat ini SDM yang ada tidak lagi kompetitif, rata-rata berusia 45 tahun, tidak lagi cocok untuk masyarakat modern.

Ada target rencana ekspansi?

Dalam jangka pendek belum ada, karena memang terkendala di modal. Struktur perusahaan ini AJB yakni mutual sehingga kalau ingin ekspansi harus lewat surplus, peningkatan laba yang didapat dengan peningkatan premi.

Padahal diperlukan dana besar untuk ekspansi dan transformasi yang tidak mungkin diperoleh dari sumber premi dan hasil investasi.

Lalu, bagaimana solusinya?

Sebagai sumber pendanaan, saya akan meng­optimalkan aset-aset yang dimiliki Bumiputera yang berjumlah puluhan hektare dan tersebar di kota-kota besar seperti di Jakarta, Surabaya, Bandung. Kita akan kerjasamakan dengan mitra strategis dan developer unggulan untuk menaikkan nilai aset-aset itu.

Dijual?

Selama saya di Bumiputera, tidak akan ada aset yang dijual. Justru akan ditingkatkan nilainya.

Pengalaman berkarier?

Punya banyak pengalaman restrukturisasi dan pengembangan perusahaan. Men­duduki posisi kepala cabang Bank Bumi Daya di New York, saya kemudian ditunjuk untuk me­­ngembangkan unit international banking dan membangun financial institution di Bank Man­diri, yang ketika itu merger dengan Bank Bumi Daya.

Saya juga sempat menangani restrukturisasi di Bank Internasional Indonesia yang kala itu te­­ngah dalam proses pengawasan Badan Penyehatan Perbankan Nasional (BPPN).

Juga di Semen Gresik, yang didera internal dispute dengan Semen Padang dan mengalami kendala dengan laporan keuangan.

Tantangan terbesar selama berkarier?

Sempat menangani beberapa kali proses restrukturisasi, saya rasa ini yang terberat. Karena kondisi BP terlalu lama dibiarkan dalam kultur tradisional dalam business model-nya. Tertinggal dalam persaingan pasar yang didominasi asing.

Selain itu, posisi saya kali ini ada di pucuk pimpinan, sehingga tantangannya jadi lebih besar.

Strategi kepemimpinan yang dianut?

Karakter seseorang sebagai business leader adalah objektivitas, dalam artian rasional dalam mengambil keputusan. Didasari idealisme dengan mempertimbangkan kepentingan orang banyak. Perlu keberanian mengambil keputusan ketika hal itu diyakini yang terbaik.

Obama, misalnya, tetap tegas mempertahan­kan keputusannya yang terkadang tidak populis tapi memperhatikan kepentingan masyarakat luas. Di sisi lain, dia juga mencoba merangkul pihak-pihak yang tidak setuju dengannya, dan memberikan penjelasan.

Selain Obama, tokoh favorit?

Steve Jobs, yang penuh inovasi, menciptakan produk sesuai kebutuhan manusia. Dia agak otoriter tapi tetap inovatif dan tegas.

Apa hobi Anda?

Mengoleksi buku-buku ekonomi, bisnis, manajemen, sains dan astrofisika.

Saya suka membeli buku-buku baru, dan punya waktu membaca di akhir pekan atau di saat cuti.

Selain itu, saya juga hobi main golf. Hampir setiap minggu main golf di kawasan Ciawi atau Bogor, untuk membersihkan paru-paru.

Mulai belajar golf saat belajar dan bekerja di Amerika Serikat pada 1989, dan mulai aktif sejak 1998-2000 saat menduduki posisi eksekutif di Bank Mandiri.

Selain menjalin relasi, golf juga bermanfaat untuk mengenali karakter seseorang. Bisa terbaca apakah dia seorang yang sabar, agresif, emosional, jujur atau manipulatif.

Adakah pengalaman masa kecil yang berpengaruh ke karier?

Saya selalu mencoba sesuatu yang baru. Saat SD, saya membuat film sendiri dengan lampu proyektor untuk ditunjukkan di depan adik-adik.

Selain itu, saya juga berani pergi ke Parung Pan­­jang naik kereta untuk membeli petasan dan menjualnya ke teman-teman. Kemudian main pe­­rang petasan di salah satu sudut Jalan Su­­dir­man, Jakarta. Mungkin kalau tidak disekolahkan, saya sudah jadi ketua preman Tanah Abang.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Simak berita lainnya seputar topik artikel ini di sini:

Penulis : News Editor
Editor : Sitta Husein
Sumber : Farodlila Muqoddam, Bambang P. Jatmiko & Anggi Oktarinda
Bagikan

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terkini

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Terpopuler

Topik-Topik Pilihan

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper