JAKARTA: International Association of Software Architects (IASA) menilai Indonesia membutuhkan model arsitektur pengembangan teknologi guna mereduksi tingkat kegagalan proyek penerapan teknologi informasi komunikasi (TIK) pada sektor bisnis.
Presiden IASA Richardus Eko Indrajit mencatat hingga tahun ini kegagalan proyek pengembangan teknologi informasi untuk sektor bisnis di Indonesia meningkat hingga 70%. Dia menilai proyek-proyek TIK pada sektor bisnis cenderung mengabaikan faktor adaptasi pada ruang lingkup serta ketimpangan antara ekspektasi kualitas dan biaya.
Selain itu, menurut Eko, proyek-proyek TIK kerap terganjal regulasi. Implementasi komputasi awan, katanya, biasanya terhambat ketentuan kesepakatan multiyears dan value transaksi.
“Padahal value dan multiyears merupakan prinsip utama dari bisnis cloud computing,” jelasnya pada acara Business IT Architecture Summit di Jakarta hari ini.
Eko mengungkapkan Indonesia membutuhkan kerangka arsitektur TIK guna merancang dan mengawal proyek-proyek berskala nasional. Menurut Eko, Indonesia masih membutuhkan praktisi IT yang mampu menerjemahkan kompleksitas model arsitektur TIK.
Kompleksitas tersebut, jelasnya, menjadi penentu kriteria proyek TIK yang sukses. Praktisi IT yang cakap harus mampu merancang strategi teknologi bisnis serta mengenali lingkungan teknologi, sejumlah atribut kualitas, desain, dan dinamika kehidupan manusia.
Aaron Dani, President IASA Asia Pacific, mengungkapkan tingkat keberhasilan proyek TIK masih rendah. Dia mencatat hanya sekitar 10% proyek pengembangan software yang diselesaikan sesuai dengan kesepakatan biaya dan jadwal.
Bahkan, katanya, lebih dari 30% proyek TIK untuk kalangan bisnis dibatalkan sebelum rampung akibat pembengkakan biaya. Menurutnya, sejumlah proyek TIK tidak dibekali management project yang ideal. (arh)
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel