Pemerintah didesak selesaikan tunggakan BHP Smart

News Editor
Kamis, 30 Juni 2011 | 12:11 WIB
Bagikan

JAKARTA: Pemerintah didesak agar tegas dalam menyelesaikan persoalan biaya hak penggunaan (BHP) frekuensi dari PT Smart Telecom yang tertunggak hingga tiga tahun.

Hal itu tentu saja harus segera diselesaikan karena kaitannya dengan penerimaan negara bukan pajak [PNBP] sektor Kementerian Kominfo. Ketidaktegasan dari pemerintah dikhawatirkan akan menjadi preseden buruk bagi operator lainnya, ujar Direktur Eksekutif Lembaga pengembangan dan Pemberdayaan Masyarakat Informasi (LPPMI) Kamilov Sagala kepada Bisnis hari ini.

Menurut dia, percepatan penyelesaian BHP Smart juga bisa memberikan kepastian hukum bagi perusahaan yang bersangkutan, sekaligus sumber daya manusia yang ada di dalamnya.

PT Smart Telecom mangkir dari pembayaran biaya hak penggunaan (BHP) frekuensi selama dua tahun senilai lebih dari Rp500 miliar sehingga pemerintah mengurangi tiga kanal frekuensinya di pita 1.900 MHz.

Smart yang menguasai lima kanal di spektrum 1.900 Mhz ditenggarai miliki utang BHP frekuensi kepada negara sebesar Rp500 miliar. Smart sebagai dua perusahaan yang dilebur menjadi satu yakni PT Indoprimaselindo dan PT Wireless Indonesia (WIN) menolak membayar sebesar itu karena merasa sebagai entitas baru yang muncul tiga tahun lalu tidak wajib melakukan pembayaran.

Selama ini terdapat perbedaan hitungan besaran BHP Smart antara pemerintah dan Smart. Smart mengklaim pihaknya seharusnya hanya membayar Rp242 miliar tetapi Ditjen Postel menarik Rp484 miliar sama seperti operator 3G di pita yang sama.

Adapun, berdasarkan catatan Bisnis, aturan tender 3G pada 2006 menetapkan penawaran terendah dalam tender otomatis menjadi besaran BHP Rp160 miliar dengan metode pembayaran bertahap, yaitu 20% pada tahun pertama, 40% pada tahun ke-2, 60% pada tahun ke-3, 80% pada tahun ke-4, 100% pada tahun ke-5, dan 130% pada tahun selanjutnya sampai tahun ke-10.

Adapun pembayaran up front fee adalan sebesar 2 kali dari BHP. Apabila perhitungannya demikian, maka seharusnya Smart membayar sekitar Rp512 miliar."Kami bukannya tidak mau bayar, tetapi semata-mata karena perhitungan besaran BHP dari Kemenkominfo belum keluar," ujar Preskom Smart Telecom Gandi Sulistiyanto kepada Bisnis.Pemilik Wireless Indonesia yang juga Komisaris Smart, Teddy A. Purwadi, berharap pemerintah dan Smart bisa membicarakan hal itu baik-baik. (gak)

Kemenkominfo sudah membentuk tim independen yang bertugas menghitung besaran BHP Smart sejak akhir tahun lalu tetapi hingga kini belum ditetapkan hasilnya.

Kepala Pusat Informasi dan Humas Kemenkominfo Gatot S. Dewa Broto mengatakan penghitungan ulang masih terus berlangsung dan belum selesai, karena kalau salah pemerintah bisa digugat balik.

Anggota Badan Regulasi Telekomunikasi Indonesia (BRTI) Heru Sutadi menilai persoalan Smart sangat pelik, terutama karena adanya kepemilikan silang antara PT Smartfren dengan PT Smart Telecom.

Mengenai apakah ada regulasi yang dilanggar, terutama terkait penggunaan frekuensi, regulator masih terus mengkajinya.

Sementara terkait dengan adanya kabar bahwa China Telecom karena akan masuk ke Smart Telecom sebagai imbas adanya tunggakan Smart ke ZTE, Direktur Layanan Korporasi PT Smart Telecom Ubaidilah Fatah dengan tegas membantahnya.

Menanggapi hal itu, Gatot mengungkapkan bila kabar tersebut benar, maka Smart seharusnya mematuhi ketentuan yang ada, termasuk kewajibannya seperti yang tercantum dalam Pasal 33 UU Telekomunikasi Tahun 1999, di mana frekuensi tidak dapat dipindahtangankan tanpa persetujuan Menkominfo.(api)

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Simak berita lainnya seputar topik artikel ini di sini:

Penulis : News Editor
Bagikan

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terkini

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Terpopuler

Topik-Topik Pilihan

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper