Penomoran FWA masih bermasalah

News Editor
Senin, 13 Desember 2010 | 09:49 WIB
Bagikan

JAKARTA: Badan Regulasi Telekomunikasi Indonesia (BRTI) telah menyiapkan penomoran untuk seluler seiring dengan akan ditetapkannya BHP berdasarkan pita yang menandai hadirnya lisensi akses gabungan (unified access licensing).

Anggota BRTI Nonot Harsono mengatakan penomoran untuk FWA sangat terbatas, apalagi masih banyak yang dikuasai Telkom yang dulu pernah memonopoli layanan tersebut.

Mungkin hal itu lah yang mendorong Bakrie Telecom untuk mengajukan lisensi seluler, mengingat dalam satu blok penomoran FWA, hanya terdapat jutaan, sementara penomoran seluler bisa mencapai ratusan juta, bahkan miliaran nomor, ujarnya kepada Bisnis hari ini.

Menurut dia, masalah penomoran FWA yang sulit juga memicu operator jaringan tetap enggan melakukan ekspansi jaringan lebih luas lagi karena keterbatasan nomor yang dimiliki.

Di segmen FWA, Telkom Flexi memimpin dengan menguasai 55% pangsa pasar, setelah itu diikuti Bakrie Telecom (BTEL) sekitar 35% dan sisanya direbutkan oleh pemain lainnya, yaitu Indosat StarOne dan Mobile-8 (Hepi).

Identiknya FWA dengan teknologi CDMA tak bisa dilepaskan dari keinginan pemerintah yang berkeinginan untuk mengembangkan jaringan tetap lokal (Jartaplok) secara massif. Namun, pemilihan teknologi inilah yang dianggap simalakama karena CDMA 2000 di International Telecommunication Union (ITU) sudah dikategorikan sebagai IMT-2000 atau 3G.

Namun, karena izin dikantongi pemain Jartaplok, maka teknologinya dipasung tidak boleh roaming dan tidak boleh bergerak diluar kode wilayah. Sebagai kompromi, kompensasi membayar Biaya Hak Penggunaan (BHP) frekuensi dan interkoneksi FWA lebih rendah daripada jaringan seluler, yaitu sampai seperdelapan dari BHP seluler.

Menurutnya, solusi untuk pemain FWA adalah harus segera diselulerkan dengan pembenahan di pola penarifan. Saat ini pola kompetisinya tidak jelas. Misalnya, pelanggan melakukan panggilan dari seluler ke FWA akan ada biaya interkoneksi ditambah SLJJ . Kondisi ini membuat pelanggan seluler mensubsidi FWA. Seharusnya point of Interconnection (POI) dipaksa di setiap level seperti yang di Telecom Act 1996 US dan point of charge ( PoC) harusnya mengikuti PoI, tegasnya.(api)

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Simak berita lainnya seputar topik artikel ini di sini:

Penulis : News Editor
Bagikan

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terkini

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Terpopuler

Topik-Topik Pilihan

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper